Kopi & Memori

Selesai sudah tugas yang harus ku kerjakan malam ini. Sepertinya boleh saja tidur segera, namun kopi pekat yang baru saja ku seduh awal malam tadi, tampaknya mengajak ku untuk tetap terjaga

Ingin menulis sesuatu yang berat atau berisi, nampaknya belum cukup daya. Akhirnya sisa malam ini, kuhabiskan untuk membuka tulisan tulisan lama di blog lama

Tulisan lama yang penuh memori, tentang rasa, pikir, imaji, cinta, cita harap juga doa.

Ah rupanya ada untungnya juga merekam peristiwa dalam sebuah tulisan. Kita bisa melihat diri kita (lagi) seperti apa dimasa lalu. Seperti berkenalan (lagi) dengan diri sendiri.

Serunya ada tulisan tulisan yang membuat kita tersenyum senyum sendiri, mengingat peristiwa saat itu, yang saat ini sudah berupa memori. Yeaahh a bitter sweet of life

Semakin malam, memori saya melayang layang atas berbagai kisah yang terjadi, bukan hanya tentang cinta sehaja. Namun tentang keseluruhan perjalanan hidup yang seringkali tidak kita bisa sangka dan kadang terjadi tanpa rencana

Ah kopi tadi terlalu pekat rupanya

I dont know what the future bring, and also how it goes … Kita akan berencana namun selalu ada kejutan di depan sana.

“Bersiaplah dengan skenario-Nya…” Begitu katanya

Baiklah, biarkan saja memori ini menjelajah sekehendaknya, biar secangkir kopi ini yang menemani

Lalu ini yang tetiba menghampiri kopi dan memori malam ini. Apakah ini sebuah pertanda, ataukah hanya kebetulan saja. Bisa saja … 🙂



Advertisement

Selamat Ulang Tahun Untuk Kita

19765170_1948393952095716_7524042254525136896_n

Hei kamu, kamu yang aku, aku yang kamu. Kita …

Selamat tanggal ke tiga belas bulan ke delapan untuk kesekian kalinya. Orang bilang itu adalah ulang tahun, tapi rasanya itu bukan kata kata yang tepat ya. mengulang tahun, rasanya tidak ada tahun yang terulang, tahun yang dimaksud  adalah tahun tahun yang sudah berlalu, dan  hari ini adalah tahun yang baru, di tanggal yang sama ketika kita dilahirkan.

Tanggal tiga belas bulan kedelapan itu, adalah semacam alarm pengingat tentang bahwa kita hidup dalam sebuah ukuran waktu, kenapa harus berukuran waktu ? ya barangkali karena detik per detik itulah yang akan terukur kelak, tentang bagaimana skor akhir hidup kita. Kenapa? Memang hidup itu berukur ya ?  ya .. iyalahh .. lantas, buat apa kita hidup, belajar, bekerja, beramal apabila tidak ada ukuran yang jelas pada hidup kita, bila tak ada ukurang waktu semuanya melayang layang.

Kita sama sama mengerti bukan, waktu ulang tahun bukan waktu terijabah nya doa, maka tak perlu lah meminta doa khusus kepada banyak orang. Tapi kalau ada orang yang mendoakan berarti itu sebuah kebahagiaan, ada doa orang orang yang terucap untuk kita tulus tanpa diminta, yang kebetulan teringatkan dengan tanggal kelahiran kita. Alhamduliilah, karena kita tak pernah tau doa yang mana yang terwujud untuk kita. Waktu seperti ini adalah momentum saja.

Ahh… rupanya kita sudah melewati banyak hal, gembira-kecewa, bersuka-berduka, melemah-meninggi, merapuh-mengenergi, rerupa rasa telah terlampaui. Banyak episode hidup yang kita jalani, ada yang dengan baik telah kita tempuhi, sebagian memang belum berhasil kita raih, di sisi lain banyak kebahagian dan kejutan yang tak terduga kita dapatkan. Hidup memang selalu ada dua sisi ya … 🙂

Lalu, bagaimana dengan hal hal yang belum bisa kita wujudkan, setelah berupa usaha yang kita sama sama telah lakukan, setelah beribu doa yang kita panjatkan ? Hmm.. biarkan lah itu menjadi rahasia nya, tentang kapan terkabulnya doa doa kita, yang harus di pastikan adalah bagaimana kita meneguhkan keyakinan kita, nahwa Ia tak mungkin tak mendengar doa kita, dan ia pasti mengabulkannya, ini hanya tentang waktu saja, tentang cara saja. Semoga jawaban ini bukan jawabaan penghiburan saja ya… hhaaa, ketika kita menunggu dia.

Pasangan sejiwa, adalah dia yang padanya kita merasakan “rumah” yang nyaman, tempat dimana kita ingin selalu berpulang, yang saat bersamanya ada ketenangan rasa, yang padanya kita merasa baik terjaga, yang padanya ada rasa cinta yang nyata, yang padanya kita bebas bercerita apa saja, dari mulai menceritakan sepakbola, buku buku bermakna, dan bagaimana bertumbuh bersama dalam mencari cinta-Nya.

Kemudian kita pun pernah merasakan bagaimana orang memandang kita. Some people understand us, some people don’t, some people support us, some peole judge us. Well, we cant avoid thats, well just go with it. Kita tak perlu menjelaskan kepada setiap orang tentang bagaimana berbagai episode kisah yang pernah kita lalui.

Kita pun sama bukan, terkadang kita bertanya tanya. Kapan waktunya? atau siapa dia ? dia kah yang selama ini berkali kerap kita temui, atau diakah yang mungkin sama sekali belum pernah kita temui, atau bahkan dia yang sempat kita temui sekali saat pagi hari. Dan setalah apa yang telah kita rasa selama ini, pada akhirnya kita belajar untuk tidak bersandar sepenuhnya pada logika, dan tidak juga pada rasa. Ikhlaskan …

Lalu kita pun telah bersepaham, bahwa langkah jiwa  kita tak akan terhenti, saat satu episode hidup belum terpenuhi. Jiwa kita akan tetap bersenyawa, untuk berkarya, ber-asa untuk diri kita, keluarga, semesta. Apapun untuk bermanfaat, untuk menjadi manusia yang menjalankan tugas nya, memenuhi peran nya, mendayakan akal, hati, raga dan jiwa yang telah ia titipkan pada kita, semenjak kita ada di dunia

Kita pun telah bersepakat untuk memenuhi our “true calling” untuk menjadi siapa, dan untuk  berbuat apa. Walau sampai kini kita masih harus berjibaku memenuhi kebutuhan kebutuhan kehidupan dan penghidupan. Tapi berjanjilah bahwa kita akan bersama sama menuruti panggilan jiwa kita, karena barangkali itulah alasan Tuhan menciptakan kita ke dunia. We know it wont be easy, but its worthed, really worthed to fight …

Kita sama sama pernah berairmata, berairmata di sudut sudut cahaya,  kita pernah membuncah bahagia, kita pernah merasa bebas berudara, kita pernah bergelombang, kita pernah merasakan riak yang tenang. Kita pernah meluruh -melepuh, kemudian tertatih bangkit berjalan kembali, bernergi dan menularkan energi.

Ah, di tanggal tiga belas bulan kedepelapan yang telah kesekian kali, yang saat ini, kita tau sebenarnya adalah sebuah misteri, misteri tentang batas usia, yang telah Ia tetapkan, di angka berapa hidup menghadapi penghabisannya.

Hai kamu, kamu yang aku, kamu yang aku. Kita. Mari berdoa …

” Tuhan, tentang usia yang telah berlalu, terimakasih sekali lagi. Bahwa kau izinkan aku ada di jalan-Mu, di dalam agama-Mu, dalam agama satu satu nya yang Kau Ridhai, tak ada yang lebih berharga dari itu.

dan tentang angka usia tersisa, yang entah kau genapkan atau kau ganjilkan, berilah aku akhir yang baik, akhir yang engkau Ridhai, akhir yang penuh kedamaian, akhir yang penuh kebermanfaatan., akhir yang meninggalkan kebaikan.

Kemudian di sisa usia itu berilah aku kelembutan jiwa, ketajaman akal. kebijakan untuk memilih dan menentukan, energi untuk memahami setiap pertanda dan untuk setia melaksanakan tugas yang kau percayakan.

Maafkan atas segala lalai dan khilap, yang sering kusengaja. Segala perintah yang sering abai terlaksana, atas daya diri yang tak tersyukuri, atas waktu yang tak termanfaatkan dengan semestinya. Maafkan atas rasa syukur yang seringkali terlupa, padahal nikmatmu sungguh luar biasa

Dan bila waktu tak banyak tersiasa, lindungi mereka orang orang yang kucinta dan mencintai ku, orang orang yang pernah hadir dalam hidupku, saudara saudara seiman, beri kami akhir yang baik, hingga kelak bisa bersama sama memandang wajah-Mu di sana, dengan bahagia”

 

And now, lets be happy, mari kembali ber energi, karena hidup tidak hanya sekali, kita bersama sama berbekal untuk hidup nanti yang lebih abadi ….

Karena kita tau kita kuat, sekuat macan … !!! hhaaa … #KorbanIklanBiskuat

 

 

[ Sebuah Kisah ] Batik Pertamamu

batik-pria-lengan-panjang-hijau-cream-cb142-va-330x01

 

Sore itu kulihat kau dari kejauhan, tersenyum, rona ceria tersirat di wajahmu. Mungkin kau sedang bahagia saat itu, senyum yang sudah lama tak  kujumpai lagi. Mataku tertuju pada baju batik yang kau pakai. Ingatanku melayang ke beberapa masa yang lalu, saat ada masa kita pernah menghabiskan hari hari bersama.

Sore itu kau bercerita dengan antusisme yang coba kau redam, namun aku tau kau saat itu berbahagia

“Besok hari pertama ku bekerja, aku belum mempunyai pakaian yang pantas, besok antar aku cari baju, batik kurasa, aku ingin hari pertama ku aku terlihat pantas”.

Esok hari nya, kau mengajak ku berbegas menuju pasar, mencari baju batikmu. ah aku tak menyangka kau ternyata tipikal pria yang kurang simple memilih. Kukira biasanya pria akan lebih memilih pakaian, yang penting batik. Tapi tidak dengan mu. Kau tau kakiku hampir lelah mengikuti langkahmu yang sangat bersemangat hari itu.

Aku pun hampir lelah memberikan pendapat mana baju yang bagus menurutku. “Pilihlah sendiri, aku menunggu disini” kataku. Tapi kau bersikeras agar aku ikut memilihkan baju batik pertamamu, hingga akhirnya kita mendapatkannya satu.

Kulihat wajah mu berseri seri saat itu, lucu rasanya, seperti anak kecil yang mendapatkan baju lebarannya. Saat  perjalanan pulang kau berkata “Aku akan tampan besok dengan baju ini” dan aku pun tergelak.

Batik pertamamu beberapa tahun yang lalu, dan kau masih memakainya hari ini, saat aku dari tak sengaja melihatmu dari kejauhan.

Tidak, aku tidak sedang mengingat masa lalu atau semacamnya, aku hanya tetiba saja ingat suatu fragmen yang pernah kita lalui bersama.

Aku tau, kita berbahagia dalam posisi masing masing kita saat ini, kau dengan hidupmu, aku dengan hidupku.

Tidak ada yang lebih melegakan ketika kita mengingat masa lalu, dan kita tertawa lepas mengingatnya, seperti saat ini seperti saat aku mengingatmu, mencari batik pertamamu.