Kemudian, tiba saja dia sudah ada di sampingku, duduk di pepasir pantai yang tak pernah kita bosan kunjungi. Tak ada yang berubah dengan nya sejak terakhir kali kita bertemu, masih dengan kemeja flanel kotak kotak nya, juga rambut sebahu yang ia biarkan terurai. Naka, Tanaka ku.
Lama kita terdiam sambil melihat mereka yang sedang bergembira bermain di laut yang sedang sangat tenang.
****
“Sudah mengambil keputusan ?” katamu tanpa basa basi
“Sudah ….” ujarku tersenyum
“Yakin ?”
“Aku harus meyakinkan diriku, harus.”
“Apa perasaan mu saat ini ….” lurus kau menatap wajahku
Lama aku tertunduk, diam. Mencari cari jawaban akan pertanyaanmu. Jawaban yang juga menjadi pertanyaanku. Jawaban yang mungkin bisa menjelaskan ada yang sebenarnya aku rasakan. Tanaka mungkin coba membantu aku menemukannya.Kutarik nafas panjang, menatap laut biru muda di depan sana.
“Kamu pernah merasakan perasaan sebanyak ini dalam satu waktu ….”
Tanaka memberiku waktu jeda untuk berbicara, ia setia menunggu
“Ka… semuanya ada kali ini. sedih, kesal, kecewa, marah, juga rasa sayang, saat ini semuanya ada, memenuhi dada ini, bercampur..”
Tanaka ku masih diam, masih menungguku bercerita lebih banyak, ujung kakinya mengais ngais pasir, rambut sebahunya tertiup angin, wajahnya damai, rasanya aku ingin memeluknya, menangis saja.
***
“Lima tahun, lima tahun aku tak pernah berani untuk benar benar pergi dari hidupnya Ka, kamu tau. Selalu ada maaf untuknya, selalu ada ruang untuknya untuk kembali, selalu ada kesempatan, selalu ada alasan…”
Kututup mataku, lamat lamat kudengar debur suara ombak, dan pepasir yang tertiup angin.
” Dan kemarin, aku putuskan untuk mengakhiri semua. Setelah lama ku fikirkan keputusan ini, keputusan untuk berhenti. Untuk memakai titik di episode ini, bukan koma. Episode yang aku dan dia mungkin berpura pura semua ny akan baik baik saja. Episode yang kami biarkan mengalir layaknya air. Episode kami saling mensamarkan tentang perasaan masing masing. Episode kami sama sama mengganggap kami telah berbuat baik dan benar. Episode yang kami seolah olah telah dewasa dan bijaksana …”
“Lalu apa yang membuatmu sedih dan kecewa ..”
Pertanyaan ny membuat dadaku memberat, ku ambil waktu untuk siap manjawabnya
“Ka… kau pernah merasakan, ketika seseorang yang paling dekat dengan mu, yang menjadi sahabat hatimu, tiba tiba ia menjadi asing, tiba tiba kau rasa itu bukan dirinya, kau kehilangan, bukan raganya tapi kau kehilangan sosoknya …”
“Mungkin kau terlalu berlebih menilainya..” Tukasmu pelan
“Mungkin, entah…”
“Kamu masih menyayangi nya …?”
Seperti ada yang jatuh di dasar ulu hatiku. Punggungku menegang, kepala ku menggeleng perlahan menatap Tanaka, namun sebentar saja, aku tak bisa tak jujur dihadapannya. Kudongkakan kepala ke atas langit, menarik napas dan melepaskannya.
Diam ….
Ombak laut masih bersahutan, angin sore di pantai ini masih merdu memainkan iramanya, burung burung pantai pun masih bercengkrama. Kau menepuk bahaku, memintaku melihat matamu.
” Rasa sayang itu banyak bentuknya, tidak melulu tentang puja memuja tidak pula harus selalu bersama. Terkadang kamu harus melakukan sebaliknya, melapaskannya, meninggalkannya, tidak membersamai langkah nya …”
Kau pun tersenyum, menganggukan kepala seperti sebuah persetujuan, berpamit, kemudian menghilang.
Aku pun sendiri, Tanaka menghilang seperti biasa, meninggalkan ku dengan sebuah jawaban.
Terimaksih Naka, semoga kita segera bertemu kembali, esok ….