Kemarin saya menghabiskan sore hari di Mesjid Salman ITB, karena mendapatkan info bahwa di sana setiap sore ada kajian kajian menarik hingga jelang magrib. Sebelumnya saya cek info di IG, ternyata sore itu ada sesi sharing dari pasangan suami istri muda, Dalu Nuzlul Kirom, S.T & Nafizah, S.T.
Saya baru mendengar nama pasangan muda ini, namun di digital flyer yang dicantumkan, bahwa mereka adalah penggagas kawasan edukasi Dolly, hal ini yang membuat saya tertarik untuk datang
Mas Dalu adalah penggiat wirausaha dan eduksi di wilayah bekas lokalisasi prostitusi dolly, sedangkan istrinya, Mba Nafizah adalah penggiat pendidikan anak di wilayah madura. Mereka berkolaborasi untuk melakukan hal hal bermanfaat yang berjangka panjang kepada masyarakat.
Secara keseluruhan sesi sering atau talkshow sangat menginspirasi, menyaksikan pasangan suami istri yang berkomitment untuk berjuang bersama sama memberikan manfaat pada masyarakat dengan apa yang mereka benar benar butuhkan.
Ada satu hal yang menjadi AHA saya saat itu, saat sang moderator bertanya kepada Mas Dalu, perihal kenapa ia memilih untuk menjadi seorang sosial entrepreneur, padahal ada kesempatan lain yang mungkin lebih bagus buat beliau untuk bekerja dan menghasilkan materi yang tidak sedikit dengan bekerja di perusahaan perusahan besar, dengan modal pendidikan yang ia miliki.
Jawabannya diluar dari perkiraan saya. Biasanya jawaban standar yang saya dengar dari orang orang yang menggelari dirinya dengan pengusaha adalah, ” Agar lebih bisa cepat kaya, agar bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain, agar lebih leluasa waktu, agar bisa mengatur diri sendiri, dsb ”
Namun jawaban beliau, menjadi BIG NOTED untuk saya, jawaban beliau kurang lebih seperti ini
” Saya tidak pernah mendikotomikan pengusaha, pebisnis, atau karyawan. Karena setiap profesi mempunyai peran nya masing masing. Sebenarnya semua sama saja, ini tentang pilihan dan panggilan, bukan mana yang lebih baik dari yang lainnya. Ini semua balik lagi ke niat nya, apabila ternyata seseorang yang memilih bekerja di sebuah perusahan dan ternyata ia bisa memberikan manfaat kepada banyak orang atas profesinya itu, atau dia bisa membatu banyak orang dengan materi yang ia miliki”
” Dibandingkan misalnya pengusaha yang niatnya hanya gaya gayaan aja menjadi pengusaha, padahal dia tidak ada rasa peduli terhadap orang lain, atau mungkin sebaliknya. Saya rasa semua sama saja, mau dia pekerja, pengusaha atau pebisnis. Catatannya adalah apakah ia peduli dengan kondisi masyarakat sekitarnya atau tidak “
Ah jawabannya menyejukan. Ya, pada akhirnya bukan tentang apa status, posisi dan jabatan kita, namun apakah kita mempunyai peran dan kepedulian kepada orang sekitar kita. Karena siapapun bisa mempunyai peran yang sama, peran kebermanfaatan, tak peduli ia pengusaha, karyawan, mahasiswa, ibu rumah tangga, kita semua.
Pertanyaannya :
Apakah aku peduli ? Apakah kamu peduli ? Apakah kita peduli ?
Fn : Terimakasih Mas Dalu dan Mba Nafizah, untuk inspirasi juga pengingat hati.