Dengarkan … [ Tanaka’s Stories ]

Dan kemudian, perjalanan akhir pekan kita berakhir di tempat ini. Sungai yang selalu kamu ceritakan, sungai yang katamu seperti sahabatmu, sahabat yang mampu meramu rindu, sehingga kau ingin selalu bertemu.

Seminggu yang lalu aku mengeluh kepadamu, tentang aku yang sedang merasa tak tentu keinginan, yang sedang merasa tercampur aduk, bingung mendefiniskan apa sebetulnya kehendak dalam diri.

” Haira…, kamu tau kenapa aku selalu ingin selalu disini “ Katamu sesampai nya kita di tepian sungai ini

” Kedamaian bukan ? seperti yang setiap orang rasakan, ketika mendengarkan suara air mengalir…  ” sautku datar

” Ya, tapi bukan hanya tentang itu ….” Tanaka menatap jauh ke sebrang sungai

Lalu kau pun duduk di depan bibir sungai, mengajak ku untuk mengikuti duduk di sebelah mu

” Kamu tau Haira, kedamaian itu bukan tentang sebuah suasana … kedamaian itu hadirkan banyak hal. Kedamaian itu bukan hal yang statis., kedamian itu ruang dan kesempatan dan  jalan agar kamu bisa bercakap cakap dengan dirimu sendiri…”

” Kedamaian adalah ruang ketika hanya ada kamu dan dirimu. Kalian duduk berdua bersebelahan, saling bertukar lintasan pikiran dan perasaan. Saling jujur dan melepaskan, entah itu ketakutan atau harapan …”

Dan aku pun terdiam, menyelusuri setiap kalimat yang kau ucapkan, dibersamai oleh gemericik air sungai yang membelai belai pendengaran dan perasaan.

” Haira, coba pejamkan mata. Kau hitung berapa banyak suara yang bisa kau dengar dalam satu waktu, lepasakan fikiranmu dan belajarlah mendengarkan …” Tanaka mengambil nafas panjang dan menutup mata, seakan memberikan contoh.

Aku pejamkan mata mengikuti apa yang Tanaka lakukan, belajar menangkap suara suara di sekitar, selain suara aliran sungai. Belajar mendengarkan banyak suara dalam satu waktu, membedakannya dan menikmatinya.

Awalnya aku hanya bisa mendengar aliran sungai,  lalu aku belajar melepaskan segala hal yang ada dalam fikiranku, membebaskannya seakan terbang ke udara…

Hingga kemudian perlahan  yang kudengar adalah suara berdesir angin, angin yang menyentuh kepalaku, menyentuh wajahku, yang melewati telingaku …. suara daun yang bersentuhan, suara kicau burung yang samar bersautan, reranting pohon yang saling beradu, bahkan suara manusia yang ada di kejauhan…

Lama rupanya aku terlarut dalam ruang ini, ruang dimana aku tidak memikirkan apa apa, hanya belajar mendengar …

” Haira benar bukan ? semakin kau damaikan hatimu, semakin kau lepaskan fikiranmu, kau lapangkan jiwamu, maka akan semakin banyak suara indah yang terdengar. Semakin kau kosongkan analisamu, tuntutan logikamu dan lalu kau hidupkan hatimu, maka akan semakin banyak melodi  yang terdengar…” Suaramu memecahkan ruang indah ku

Maka, bila kau ingin tau apa isi hatimu yang terdalam, maka ciptalah kedamaian … ” 

Aku menatapnya, ku sumbangkan segaris senyuman untuknya ” Terimakasih …”

” Aku pergi, selamat menemu damaimu, selamat mendengarkan hatimu …”

Dan kemudian ia membiarkan ku sendiri, di tepian sungai ini. Menikmati sajian kedamaian yang sedang belajar aku temukan ….

See You Soon, Tanaka …

 

 

 

 

Advertisement

Stasiun Kereta [ Tanaka’s Stories ]

Aku sudah duduk disini dalam dua kali enam puluh menit, hanya duduk saja, sambil sesekali membaca buku yang tak kunjung usai ku baca. Sebenarnya buku ini hanya pengalihan saja, agar aku tak terlihat sebegitu terpaku yang di tempat ini.

Sore ini sore yang begitu teduh, angin berhembus membelai pepohonan, hingga pepohonan seperti saling berbisik. Aku pun sama, menikmati laluan angin sore yang bergantian menyentuh wajah ini.

Aku pejamkan mata sedetik itu, detik dimana angin sore seperti ingin menyampaikan bahwa ia ada.  Seakan akan ia pun ikut menikmati sore yang teduh ini.

Lebih dari dua kali enam puluh menit, aku masih di bangku ini, bangku yang menghadap lempengan lempengan besi abu abu yang tak pernah kita tau dimana ujung nya. Gerbong gerbong berjajaran menunggu giliran kepergian. Orang orang berdatang dan bepergi saling berganti.

Wajah lelah, wajah bahagia, wajah rindu.

” Hei sudah lama “ Suaramu membuyarkan lamunku

” Lumayan …”  

” Kamu mau pergi ? “

Engga, aku hanya ingin menikmati sore ini di sini ” aku perlihatkan buku yang sudah dari tadi ada dalam genggamanku

Kali ini, buku mu hanya kamuflase saja ” jawabmu terkekeh

Aku tak menjawab, hanya sedikit tergelak, tanda mengiyakan

Ada yang sedang kamu fikirkan ? ” tanyamu

Tidak ada yang terlalu serius sih …, hanya ingin menikmati suasana disini saja, aku suka. Stasiun kereta menyimpan romantisme yang berbeda

Satu rangkaian kereta melintas di depan kita, kereta dari Surabaya. Tak lama orang orang berganti menuruni gerbongnya, dengan berbagai barang bawaannya. Ya … ada wajah lelah, ada wajah bahagia, ada wajah rindu ….

Mereka akan segera bertemu keluarga tercinta, sahabat lama atau mungkin ada yang sedang menjuangkan cinta ” tiba tiba saja aku berkata seperti itu

” Kamu rindu dia … ??  ” Tanyamu, tak lama setelah kalimatku usai

Entah, yang aku tau, setiap aku melihat kesana, aku berharap dia yang turun dari gerbong itu...”

Naka apakah itu rindu  ….. “ kalimatku terhenti hanya sampai disitu. Dan kemudian aku pun terdiam lagi menikmati sapaan angin sore yang semakin mendingin.

Kau pun merapatkan jaket mu,

Rindu mu akan segera terjawab. ya .. waktu yang akan menjawabnya. Atau mungkin kau yang akan menjawab nya sendiri, kau yang harus mencari tau, bagaimana ujung rindumu ...”

Bila ia takdirmu, dia yang akan menemuimu, tanpa harus kau menunggu … ” ujarmu sambil tersenyum

” Aku pulang, sudah semakin sore, dingin disini, bila kau masih mau disini tak apa, kau tau bagaimana menghadapinya, sabarlah dan bijaksanalah  …”

Terimakasih ….” senyumku melepas kepergianmu

 

 

 

 

Ordinary Woman [ Tanaka’s Stories ]

Aku ingat ketika suatu hari aku bertanya padamu tentang lelaki seperti apa yang sebaiknya aku cari.

Lalu kau menjawab dengan mata mu memandang ombak di depan sana  :

Temukanlah seorang lelaki yang melihat mu sebagai wanita biasa – ordinary woman- bukan karena kemampuanmu, pekerjaaanmu, karirmu, dan kebisaanmu.

Temukanlah seorang lelaki yang mengerti bahwa dalam fitrahnya, kau adalah seorang wanita biasa. need to be loved, to be protect, to guard you. A man who cherished you, take care of you, tend u. Terlepas kamu adalah seorang wanita yang kuat, mandiri, dan bisa malakukan banyak hal sendiri.

Karena kau tau jauh dalam hati mu, kamu butuh seseorang yang seperti itu. Seseorang yang bisa membuatmu merasa aman dan nyaman disampingnya. Sesederhana itu

Temukanlah seorang yang melihatmu sebagai wanita, dan nantinya, melihat mu sebagai seorang istri, seorang ibu dari anak anak nya. Dan selebihnya, karirmu, pekerjaan mu, kemampuan mu adalah bonus saja.

Dan dia tak mesti sosok yang sempurna. Sekali lagi dia yang bisa membuatmu aman dan nyaman disampingnya, dia yang memahami bahwa kamu adalah seorang wanita. Seseorang yang butuh disayangi dan dilindungi. Menjagamu. Karena  its your basic need my dear .

Happy Finding … Ujarmu sambil tersenyum menatapku

Dan aku pun malamati kalimat demi kalimat yang ia ucapkan, dan kemudian aku pun melamati kalimat kalimat nya yang hati ku benarkan ….

Jatuh Cinta Itu Sederhana [ Tanaka’s Stories ]

Hai Ka…, aku tau sore ini kau tak bisa hadir di taman kita. Padahal kota ini sedang cantik cantiknya, sesiangan tadi disini hujan semenjak siang hingga menyentuh sore, dan kemudian wangi tanah tersentuh hujan dimana mana, petrichor katanya wangi tanah seperti ini.

Orang orang melalu lalang, hendak berpulang kepada rumah tercintanya, sedangkan aku terlalu jatuh cinta pada pertichor ini, aku menjadi tak hendak berburu buru pulang, rasannya tak ingin melewatkan aroma hujan dan tanah ini begitu saja.

Bus yang biasa aku naiki untuk pulang, ku abaikan begitu saja. Biar saja. Tak hendak ku menukar udara sesegar ini dengan udara yang melingkar lingkar di ruangan itu. Dan karena aku tau, senja seperti ini senja yang kau suka.

Hari ini aku ingin bercerita padamu tentang dia, yang ada jauh disana

Naka… aku jatuh cinta … 

Itu yang ingin ku ceritakan kepadamu, tentang dia yang sederhana saja menyentuh sebuah titik hatiku. Sebelumnya aku kira jatuh cinta itu akan selalu pada hal hal yang istimewa. Tapi ternyata, kali ini aku jatuh cinta pada hal yang sederhana, sesederhana ketika ia bisa membuatku tertawa.

Naka..aku jatuh cinta …

Apa ini hanya euforia rasa ? ini yang ingin kutanyakan padamu, karena di titik saat bersama dengannya, rasa semacam hal yang mudah saja. Padanya aku tak terlalu banyak bersyarat, semuanya serasa mengalir dan mencair.

Naka… apakah aku jatuh cinta …

Ketika bersamanya semacam ada kedamaian, harapan dan kebahagian . Walau entah apa nanti, apakah akan berupa rasa yang sama. Kekhawatiran akan cerita yang lalu seringkali bisa ku subsitusi dengan harapan dan doa. Apakah berarti aku tidak berlogika

Naka.. bilakah ini  cinta …

Katamu cinta bukanlah euforia rasa, yang kau rasa hanya karena sejenak susana atau cuaca, dan ketika rasa itu memudar atau menyamar, kau pergi begitu saja. Cinta haruslah menyetia, ia kuat, ia tegap, ia kokoh pada pijakan yang benar. Katamu cinta adalah persahabatan, persahabatan yang hendak kau jalin dalam puluhan juta detak jarum jam.

Naka.. bila ini cinta …

Aku selalu ingat kata katamu, bahwa cinta bukanlah tujuan akhir dalam kehidupan kita, bahwa cinta adalah gelombang perantara menuju tujuan besar dalam hidup kita, bahwa cinta adalah energi untuk mencapai tujuan besar itu. Karena sebenarnya cinta bukan lah segalanya, ada yang jauh lebih dari itu. Cinta bukan hanya tentang kau dan dia, cinta adalah pengabdian. Pengabdian kepada Ia Sang Maha Cinta.

Naka.. aku jatuh cinta kepada dia, dengan cara yang sederhana …


 

 

Ah … Cyg sore ini aku hanya bisa berdiskusi dengan diri ku sendiri saja, tanpa kamu. Hanya kata katamu saja yang dulu kau titipkan pada ingatanku. Aku kembali mengulang pesanmu dalam ingatanku, bahwa …

Cinta bukan hanya tentang kau dan dia, cinta adalah pengabdian. Pengabdian kepada Ia Sang Maha Cinta

 

 

Karena Kau Perlu Tau, Kapan Kau Harus Berlari [ Tanaka’s Stories ]

Sore itu kita bertemu di lapangan olahraga kota, kau setia duduk dan menungguku di tepi lapangan yang masih rimbun dengan pepohoan. Sementara aku menyelesaikan target jogging-ku, empat puluh lima menit berlari berkeliling lapangan.

Nafasku masih terengah engah ketika menghampiri dan duduk  di samping mu, keringat masih mengucur di pelipis kanan ku, air mineral langsung saja ku teguk hampir habis setengahnya.

” Sudah … ? ” tanyamu

Done, empat puluh lima menit tanpa jeda ” ujarku dengan bangga

Seperti biasa kau hanya tergelak kecil, sambil menatapku setengah meledek ” Program penurunan berat badan ? ”

” Engga, pengen sehat aja …”

Kau kembali tergelak, aku tak menghiraukannya. Ahh kau memang begitu. Kemudian kita memandang kedepan, memperhatikan mereka yang masih berlari di lapangan, ada yang berlari sendiri, berdua, ada juga yang bergelombol berlari sambil bercanda bersama kawannya.

Kombinasi matahari sore dan warna coklat lapangan, membuat sore ini terasa begitu terasa jingga. Di lapangan ada orang yang hanya berjalan, sebagian berlari kecil konstan, sebagian berlari kencang.

Ada yang hanya berjalan saja, mungkin ia sedang menikmati sore yang jingga ini saja. Ada  yang berlari cepat dengan jarak jarak pendek. Ada yang berlari kecil tapi tak berhenti. Ada yang awalnya berjalan, kemudian berlari kecil, dan lalu berlari sangat cepat.

Lima menit itu kita nikmati dengan melihat pemandangan itu, lalu kau membuka pembicaraan.

” Kamu tau apa yang membedakan gaya lari mereka ”

” Hmm entah, mungkin kebiasaan mereka saja ” pertanyaan mu membuatku jadi  sedikit berfikir

” Kebiasaan saja ? atau ada yang lain ? tujuan misalnya ”

” Tujuan …. ? ”

” Ya tujuan. Kamu lihat laki laki yang memakai jaket biru itu” ujarmu sambil menujuk seorang pria yang tak jauh jarak nya dari kami.

” Sebelum lari laki laki itu selalu melihat jam, ia seprti menghitung waktu yang tepat untuk memulai, kemudian ia berlari cepat dengan jarak satu atau dua putaran kemudian berhenti ”

” Kemudian kamu lihat, mereka yang berlari bersama sama itu. Mereka berlari dengan kecepatan konstan, aku hitung meraka telah berlari enam atau tujuh putaran, tanpa berhenti dan selalu bersama ”

” Satu lagi, lihat disana, laki laki kecil yang memakai jaket hitam. Awalnya ia hanya berjalan saja, kemudian berlari kecil, hingga berlari kencang ”

” Menurut mu apa yang membuat mereka berbeda gaya …? ”

Ah cyg lagi lagi kau selalu “memaksa” ku untuk berfikir lebih dalam tentang hal hal yang menurutku biasa saja.

” Apa ya …. mungkin lebih ke kesukaan atau kebiasaan ”

” Analisamu dangkal sekali … ”

” Lalu apa menurutmu … ”

Agak lama kau terdiam, mungkin memberikan ku kesempatan untuk berfikir lebih dalam lagi

” Tujuan …  ”

” Mereka berbeda tujuan. Ada tujuan nya kecepatan, ada yang tujuan nya jarak tempuh. Kau lihat, dua laki laki yang berlari nya kencang itu, mereka berdua berlari cepat, namun jarak tempuhnya pendek pendek saja, ia lari kemudian berhenti,. Ia Berlari kencang kemudian berhenti ”

Gemerisik angin sore itu menjeda kalimatmu

” Dan kau lihat, mereka yang berlari lari kecil disana. Memang mereka tidak cepat, namun mereka berlari pasti.  Jarak tempuh mereka lebih panjang. Mereka konstan hingga titik henti. Titik henti yang sepertinya telah mereka tentukan. Entah titik henti oleh  jarak atau oleh batas waktu. Yang jelas mereka berlari lebih jauh ”

” Lalu mana yang lebih baik …? ” tanyaku

” Tidak ada yang lebih baik. Semua tentang pilihan. Tentang apa yang ingin kau tuju. Tentang seberapa cepat engkau berlari ataukah sejauh jarak yang ingin kau tempuhi. Bahkan adakalanya kau perlu  melakukan keduanya ”

” Namun, yang perlu kau tahu adalah kau tau kapan saatnya kamu berlari pelan, kapan saatnya kau berlari kecil namun pasti, berlari kecil konstan menatap tujuan yang ada di depan mu atau saatnya kau berlari kencang  … ”

” Karena dalam kehidupan tak selamanya kau perlu berlari. Karenaaku tidak mau, kau kehabisan tenaga di tengah perjalanan, disaat tujuan itu masih sangat jauh. Karena aku tak ingin energi mu melemah di saat kau masih setengah jalan. Karena aku tak mau kau kehabisan daya disaat kau masih perlu banyak berkarya ”

” Bijaksanalah …. ”

Penutup kalimatmu menundukan fikiranku, menembus rasa ku. Lalu kita pun tenggelam dalam diam menikmati jingganya sore ini.  Angin semilir sore itu seakan mengantar kita untuk  berdiskusi dengan diri kita sendiri.

Kututup mataku menikmati gemersik angin yang berbunyi di sela dedaunan, menikmati matahari sore yang menembus hangat pada raga kita. Melamati setiap kata kata yang tadi kau ucapkan.

Dan ketika ku buka mata, seperti biasa kau pun menghilang ….

See You Soon Naka …..

Dan aku pun beranjak menuju lapangan lagi, meneruskan lima belas menit yang ingin ku habiskan untuk memaknai kata kata terakhirmu : Bijaksanalah ….lari

Ketika Waktu Tidak Membersamainya [ Tanaka’s Stories ]

1236963_10151829334118260_1489734312_n

Kemudian, tiba saja dia sudah ada di sampingku, duduk di pepasir pantai yang tak pernah kita bosan kunjungi. Tak ada yang berubah dengan nya sejak terakhir kali kita bertemu, masih dengan kemeja flanel kotak kotak nya, juga rambut sebahu yang ia biarkan terurai. Naka, Tanaka ku.

Lama kita terdiam sambil melihat mereka yang sedang bergembira bermain di laut yang sedang sangat tenang.

****

Sudah mengambil keputusan ?” katamu tanpa basa basi

Sudah ….” ujarku tersenyum

Yakin ?”

“Aku harus meyakinkan diriku, harus.”

Apa perasaan mu saat ini ….” lurus kau menatap wajahku

Lama aku tertunduk, diam. Mencari cari jawaban akan pertanyaanmu. Jawaban yang juga menjadi pertanyaanku. Jawaban yang mungkin bisa menjelaskan ada yang sebenarnya aku rasakan. Tanaka mungkin coba membantu aku menemukannya.Kutarik nafas panjang, menatap laut biru muda di depan sana.

“Kamu pernah merasakan perasaan sebanyak ini dalam satu waktu ….”

Tanaka memberiku waktu jeda untuk berbicara, ia setia menunggu

“Ka… semuanya ada kali ini. sedih, kesal, kecewa, marah, juga rasa sayang, saat ini semuanya ada, memenuhi dada ini, bercampur..”

Tanaka ku masih diam, masih menungguku bercerita lebih banyak, ujung kakinya mengais ngais pasir, rambut sebahunya tertiup angin, wajahnya damai, rasanya aku ingin memeluknya, menangis saja.

***

“Lima tahun, lima tahun aku tak pernah berani untuk benar benar pergi dari hidupnya Ka, kamu tau. Selalu ada maaf untuknya, selalu ada ruang untuknya untuk kembali, selalu ada kesempatan, selalu ada alasan…

Kututup mataku, lamat lamat kudengar debur suara ombak, dan pepasir yang tertiup angin.

Dan kemarin, aku putuskan untuk mengakhiri semua. Setelah lama ku fikirkan keputusan ini, keputusan untuk berhenti. Untuk memakai titik di episode ini, bukan koma. Episode yang aku dan dia mungkin berpura pura semua ny akan baik baik saja. Episode yang kami biarkan mengalir layaknya air. Episode kami saling mensamarkan tentang perasaan masing masing. Episode kami sama sama mengganggap kami telah berbuat baik dan benar. Episode yang kami seolah olah telah dewasa dan bijaksana …”

“Lalu apa yang membuatmu sedih dan kecewa ..”

Pertanyaan ny membuat dadaku memberat, ku ambil waktu untuk siap manjawabnya

“Ka… kau pernah merasakan, ketika seseorang yang paling dekat dengan mu, yang menjadi sahabat hatimu, tiba tiba ia menjadi asing, tiba tiba kau rasa itu bukan dirinya, kau kehilangan, bukan  raganya tapi kau kehilangan sosoknya …”

“Mungkin kau terlalu berlebih menilainya..” Tukasmu pelan

“Mungkin, entah…”

“Kamu masih menyayangi nya …?”

Seperti ada yang jatuh di dasar ulu hatiku. Punggungku menegang, kepala ku menggeleng perlahan menatap Tanaka, namun sebentar saja, aku tak bisa tak jujur dihadapannya. Kudongkakan kepala ke atas langit, menarik napas dan melepaskannya.

Diam ….

Ombak laut masih bersahutan, angin sore di pantai ini masih merdu memainkan iramanya, burung burung pantai pun masih bercengkrama. Kau menepuk bahaku, memintaku melihat matamu.

” Rasa sayang itu banyak bentuknya, tidak melulu tentang puja memuja tidak pula harus selalu bersama. Terkadang kamu harus melakukan sebaliknya, melapaskannya, meninggalkannya, tidak membersamai langkah nya …”

Kau pun tersenyum, menganggukan kepala seperti sebuah persetujuan, berpamit, kemudian menghilang.

Aku pun sendiri, Tanaka menghilang seperti biasa, meninggalkan ku dengan sebuah jawaban.

Terimaksih Naka, semoga kita segera bertemu kembali, esok ….

 

 

 

 

What A Life [ Tanaka’s Stories ]

Hai Ka …

Lama aku tak menulis kepadamu, ya.. bercerita kepadamu. It’s been so long, kita tak bercakap cakap seperti dulu. I miss ya, really …

Tidak, aku tidak pernah benar benar melupakanmu, tidak pernah. Namun kadang aku ada di sebuah espisode hidup yang menjadikan aku mengabaikan bahawa aku memilikimu.

Seperti malam ini, tetiba aku ingin betemu dan banyak bercerita dengan mu, tentang banyak hal. Bukan, bukan tentang cinta atau semacamnya, sudah lama aku tak begitu mempedulikan tentang hal itu.

Aku ingin menceritakan tentang hidup yang kadang mulai terasa lebih berat, lebih menanjak, lebih complicated. Tidak, aku tidak ingin mengeluh, atau apapun, aku hanya ingin bercerita kepadamu seperti sore yang biasa, seperti waktu waktu sebelumnya, hanya bercerita, itu saja.

Ka ….

Hidup kadang menyajikan kita masalah yang berbeda dalam satu waktu yang sama, kadang satu masalah yang membuat kita ingin berhenti melangkah, atau lama terhenti  melangkah. Membuat kita kacau, membuat kita resah, membuat fikiran kita melayang layang mereka reka apa yang akan terjadi selanjutnya.Disisi lain, ada peran lain yang mesti kita jalankan,  menuntut kita “berpura pura” baik baik saja, berjalan setegar mungkin, bernafas seringan mungkin. Life Goes On itu yang mereka bilang’

Aku tau – kamu tau, aku berusaha, untuk terus berjalan, menghadap kedepan, meyakini yang aku yakini, yang kamu yakini, bahwa seperti apa pun ujian, kesulitan bahkan kesalahan yang kita lakukan adalah pembelajaran, bawa ujian, kesulitan bahkan kesalahan itu adalah kehidupan itu sendiri.  What a Life …

Ka ….

Hidup itu indah ya …seperti kata mu. Apapun, apapun yang datang pada kita, jalani. Bahagia atau luka. Bahkan luka pun bisa jadi bahagia bila kemudian kau bersabar untuk melihat kenapa dibalik itu semua, dan bagaimana kita menyapa luka itu.Berbijaklah katamu, itu kuncinya. Dan bila kau takut,maka beranilah, karena itu obatnya. Bila kau mampu dan mau, maka di akhir cerita yang kau tau hanyalah bahagia

Ka ….

Aku rindu berjalan di padang rumput di senja hari, di kala cahaya matahari jatuh menguning menimpa rerumputan. Angin sore yang mengantarkan kita untuk pulang ke rumah, rumah taman tempat kita sering bertukar cerita, cerita tentang cahaya, tentang suara, tentang angkasa.

Ka ….

Aku rindu kau, aku rindu rumah, rumah hutan kita …