LIKE ADDICTED ! Sebuah pelajaran dari seorang AWKARIN

Kemarin, beberapa percakapan dengan seorang kawan, membawa saya nonton Video nya AWKARIN yang berjudul “I QUIT INSTAGRAM”

Diantara kontroversial kisah hidupnya, ada beberapa hal yang bagus untuk dijadikan pelajaran. Di video tersebut ia mengungkapkan tentang apa yang terjadi dalam hidupnya, salah satunya adalah tentang bagaimana sosial media -yang selama ini menjadi sumber penghasilannya- menjadi salah satu sumber strees dan depresinya.

Ko bisa ? Awkari mengungkapkan bahwa dulu ia posting sesuatu ke Instagram, hanya karena ia ingin berbagi saja, berbagi moment saja, berapa jumlah like pun bukan jadi hal yang penting.

Namun seiring waktu ia kemudian menjadi seorang bintang di sosial media, dalam posisi dikenal banyak orang, banyak pengggemar, diberikan banyak respon dalam setiap postingannya,dan ternyata hal tersebut menggiring ia pada sebuah kondisi yang kemudian “merusak” kejiwaannya. LIKE ADDICTED !

Di posisi itu ia menjadi sangat terpengaruh dengan berapa jumlah “like” yang ia dapat, berapa banyak respon yang ia dapat. IS ALL ABOUT ENGAGEMENT. Ia menjadi sangat senang ketika postingan nya direspon banyak orang, dan itu NAGIH, semacam candu

Dan ketika ekspektasi like nya tidak sesuai harapan, ia menjadi tertekan, stress, over thinking dan kemudian bertanya tanya kenapa yaaa ko like nya dikit ? Apa yang salah dengan postingan saya ? Saya harus ngapain ya biar di like dan di respon sama orang ?

Dan kemudian ia berusaha mencari berbagai cara agar bagaimana postingan nya kembali disukai banyak orang. Dan itu membuatnya tertekan, yang hampir mengantarkan dirinya ke titik depresi

Syukurnya, Awkarin segera menyadari hal itu. Bahwa hal tersebut berbahaya untuk jiwanya. Ia kemudian menyadari ada akibat dari sosial media yang kemudian merubah hidupnya, bisa berpengaruh kepada kejiwaannya. Dan akhirnya dia memutuskan beberapa saat untuk berhenti sementara dari Instagram, hidup di dunia nyata dan membuka lembaran baru hidupnya.

Pelajaran yang baik menurut saya dari sepenggal kisah seorang Awkarin. Kita, orang biasa pun sangat bisa mengalami hal itu. Ketagihan like, ketagihan komentar, merasa senang gembira ketika postingan kita di komentari banyak orang, dan merasa cemas ketika tidak banyak tanggapan. Mantengin terus notifikasi, ketagihan posting, dsb (Mungkin hampir setiap orang pernah mengalaminya, dengan level yang berbeda beda, dari yang wajar sampai tingkatan bahaya)

Terlihat seperti hal simple, tapi sebenarnya tidak juga, dari artikel2 yang saya baca, kondisi tersebut di tahapan tertentu bisa membawa kepada masalah kejiwaan yang mengkhawatirkan, sudah banyak yang mengalami.

Teman saya yang pernah mengalami hal ini, kemudian pilihan dia adalah menghapus media sosial dari HP nya. Dia bilang : ” Pengen hidup lebih tenang aja sih …”

——–

Nah intinya bukan tentang media sosial nya yang salah, tapi tentang kitanya. Karena media sosial pun terbukti oleh orang banyak orang dimanfaatkan sebagai cara syiar, cara mengajak kepada kebaikan dan jadi jalan kebermanfaatan yang sangat luas

Media sosial benar benar mempunyai dua sisi mata uang. Waktu demi waktu kita harus bener2 ngecek, apa unsur postingan kita apakah benar2 untuk berbagi kenikmatan, apa untuk menyampaikan kebaikan dan inspirasi, apa hanya ingin mengejar ketertarikan, apa ingin selalu terlihat eksis, dsb

Pertanyaan semacam ini harus terus kita tanyakan pada diri kita, -dan ini sangat personal sekali-. Jangan sampai postingan kita justru jadi bumerang buat AMAL KITA dan juga KEJIWAAN kita …

Dan ketika ada kemungkinan/ fenomena seperti ini, bukan beraarti menghentikan aktifitas kita di media sosial, we have to keep doing good through social media and keep minding our soul … 😉

Sekian, Semoga Bermanfaat 

Bijaklah Bermedia Sosial
Sayangi Jiwa Kita
Sayangi Amal Kita

like

Advertisement

Asikkkk…. Ga Ada Sinyal !

Nyambung ama postingin saya kemarin, tentang bagaimana menjadi manusia yang “Present Moment” sebelumnya – yang which is saya juga masih belajar -, beberapa hal yang saya sedang usahakan untuk dilakukan, untuk jadi manusia yang “Present Moment” .

Hal yang biasa saya lakukan, ketika ada sebuah moment yang benar benar saya butuh dan ingin “hadir seutuhnya” adalah dengan mensetting telefon genggam saya dengan off mobile data atau mengatifkan air plane mode.

Misalnya saya sedang berada di alam terbuka, menikmati sebuah bentang alam, atau sedang menikmati sebuah tempat yang baru saya kunjungi, yang suasana nya berbeda, dimana saya benar benar ingin menikmati suasana.

Biasanya saya matikan data atau setting air plane mode, karena saya butuh telefon genggam untuk mengambil beberapa foto atau merekam dengn video. Karena selain ingin benar benar menikmati suasana, karena kadang ada saja rasa tergoda untuk tergesa mengunggah apa yang sedang dinikmati di depan mata.

Atau kalau sedang berbicara dengan seseorang yang ada di hadapan mata, kalau sedang “sadar” tentang pentingnya “present moment” maka telfon genggam saya balikan layar nya, dan dibunyikan hanya untuk panggilan saja. Karena bila tak hanya mata kita yang teralih ketika si layar menyala tapi fikiran kita pun pasti teralihkan. Bener ga ? hhee

Oleh karena itu, konsekusinya beberapa orang suka protes, karena saya bales pesan chat nya lama katanya… hhaaa. Tak apalah, itu sebuah pilihan. Karena sebenarnya kita tahu tentang mana dan kapan pembicaraan yang perlu kita balas segera, atau pembicaraan yang sebenarnya bisa kita tunda. Hanya diri kita yang kadang ga “bijak” untuk mengambil sikap … tak kuasa melayani panggilan si layar persegi itu …

Bahkan, kalau saya sedang mengembara di sebuah daerah -tsahhh bahasanya mengembara- yang disitu tidak ada sinyal, saya senang. Dikala kawan kawan saya mengeluh “duh ga ada sinyal” saya justru bahagia…hhaaa, bisa utuh menikmati apa yang ada di depan mata, benar benar menikmati suasana, berbincang sempurna dengan sesiapun yang ada di hadapan kita, bisa berfikir jernih, bisa mendapatkan ide, bisa merefleksi diri, mendengarkan diri sendiri, tanpa interupsi notifikasi.

Saya bukan orang introvert, yang rada anti dunia maya, malah beberapa kegiatan saya sangat membutuhkan dunia maya, butuh publikasi, butuh berinteraksi dengan orang lain di dunia maya. Namun saya rasa, ada saat kita menjadi manusia yang tidak “dipengaruhi” dengan apa yang ada di alam maya sana, menjadi diri kita sendiri, menikmati detik dan ruang waktu dimana kita berdiri.

Ah udah segitu aja hari ini, besok bila udara masih bisa kita nikmati, kita sambung lagi,

Selamat Menikmati Ramadhan  Ya ,,,