Silaturahmi Yang Sulit

Masih nyambung sama tulisan saya sebelumnya, tentang silaturahmi, Sebuah Pesan Saat Lebaran Mungkin akan lebih mudah dan tidak ada hambatan ketika kita bersilaturahmi dengan mereka yang tidak pernah ada masalah dengan kita, kalau pun ada masalah masalah kecil saja, tidak  meninggalkan bekas yang dalam pada hati kita.

Namun yang sulit adalah ketika bersilaturahmi dengan orang yang pernah menyakiti kita, deeply. Padahal awalnya hubungan nya sangat dekat dan baik. Saat membaca hadist tentang keutamaan menyambung silaturahmi, saya langsung teringat kepada seorang yang pernah menyakiti saya, mungkin Allah secara tersirat meminta saya untuk menjalin silaturahmi dengan orang tersebut.

Namun, entah mengapa begitu sangat berat yaa.. untuk memulai lagi silaturahmi dengan orang yang pernah bermaslah dalam dengan kita, apalagi kita di posisi orang yang merasa ter dzolimi oleh nya. Masih teringat kenangan kenangan buruk yang terjadi, berkelabatan, walau sudah termaafkan tapi tidak terlupakan, rasa sakit yang tertingal, dsb.

Ah mungkin karena sulit atau tidak mudah itu, maka Allah memberi ganjaran, barang siapa yang menyambung silaturahmi (memulai, mengawali, silaturahmi) maka baginya kasih sayang Allah yang tak terbatas.

Semoga, suatu hari nanti,ada kekuatan ada kelapangan hati, untuk memulai silaturahmi, membuka komunikasi, walau apa yang pernah terjadi di masa lalu. Butuh usaha yang lebih memang, butuh hati yang luas, jiwa yang bebas…

Semoga, suatu hari nanti …

 

 

Advertisement

Sebuah Pesan Saat Lebaran

Lebaran ini saya pulang kampung, lebih tepatnya pulang kampung dan road show mengunjungi saudara saudara. Sebenarnya rumah saya sudah lama di Bandung, tapi keluarga besar Bapak Almarhum ada di Garut, sedangkan keluarga besar Mamah ada di Pangandaran.

Lebaran kemarin memang sudah di niatkan untuk pulang bertemu saudara saudara besar yang jarang bertemu, akhirnya mudiklah kami bertiga (saya, ibu dan adik) ke Garut dan Pangandaran, juga mengunjungi saudara saudara di Tasik, Ciamis,  Banjar hingga Yogjakarata.

Mamah saya termasuk orang yang senang bersilaturahmi, dan selalu mengajak anak anak nya untuk mau bersilaturahmi berkeliling ke saudara saudara, walau kadang kita sebagai anak males malesan, “ya kalau bukan saudara deket deket amat ya ga usah pikir kami, hhee… ”

Tapi mamah tidak pernah bosan buat ngajak kami ketemu saudara disinilah, saudara disanalah, selain saudara kadang kadang mengajak untuk silaturahmi dengan kawan kawan lama nya juga.

Lebaran tahun ini saya mendapat sebuah pelajaran yang sangat berharga. Waktu itu saya sudah ada di kampung halaman, ada saudara sepupu yang sampai satu hari belum bertemu, karena rumah nya agak berjauhan. Mamah berinisiatif untuk mengunjungi rumah kakak sepupu saya itu, tapi saudara yang lain seakan melarang “ga usah, biar dia yang kesini, kita kan lebih tua, dia yang muda harusnya yang mengunjungi kesini” ujarnya.

Dalam hati saya bilang iya juga ya, harusnya yang muda dong yang mengunjungi yang tua, harus menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Tapi Mamah menjawab kurang lebih seperti ini “Silaturahmi itu ga ada aturannya harus yang muda dulu ke yang tua, atau sebaliknya, yang paling utama adalah orang yang menyambung silaturahmi, yang mau inisatif duluan untuk memulai silaturahmi”

Saya mencoba mencerna jawaban mamah, kemudian saya mencari dalam hadist tentang silaturahmi :

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”. [Muttafaqun ‘alaihi].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ

“Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya”. [Muttafaqun ‘alaihi].

“Keutamaan Silaturahmi, Silaturahmi itu Menambah Umur, Barangsiapa yang Menyambung Silaturahmi Allah akan Mencintainya, dan Seterusnya” – Hadits 52-62 – Kitab Adabul Mufrad

 

Ah benar rupanya, silaturahmi bukan tentang yang muda atau yang tua, memang akan lebih baik apabila yang muda mengunjungi yang tua. Namun jangan jadikan alasan untuk kita menyambung silaturahmi. Dan apabila kita ingin menjadi orang yang utama di sisi Allah dan Rasul-Nya maka jadilah orang yang pertama menyambung silaturahmi, jadilah orang yang pertama mengunjungi, menyapa, saudara saudara kita, sahabat sahabat kita.

Apabila ingin menjadi hamba yang dicintai Allah, maka sambungkanlah silaturahmi, jadilah orang yang mencintai silaturahmi, jadilah orang yang menyambungkan, mengikatkan dan mengokohkan tali silaturahmi. Semoga kita menjadi orang orang yang dimaksud itu, Aamiin…

Ps : Terimakasih mamah untuk sekali lagi pesan kehidupannya

 

13731578_10154220314203260_2707993067521175321_n

Sombong Sebelum “Waktunya”

Sombong sebelum waktunya … Emang sombong ada waktunya yaa..? hhee… entahlah tiba tiba judul ini yang terlintas dalam benak saya malam ini, setelah menghadiri sebuah event.Dalam sebuah temu kangen, reuni atau semacamnya, yang sudah lama ga ketemuan, pasti banyak kawan kawan lama yang datang dengan kisah baru.

Seperti waktu kemarin dalam sebuah pertemuan, saya melihat beberapa teman dengan berbagai macam pencapaian pencapaian yang sudah ia dapatkan, baik dalam bisnis atau karir. Dan biasanya nihh… ada aja dari mereka yang jadi berubah ….

Ada satu orang teman, yang bisa dibilang relatif sukses dengan bisnis nya, dengan pencapaian inilah, pencapaian itu lah, saya termasuk senang dengan lompatan bisnisnya, karena tau bagaimana dia dulu berjuang. Namun yang mengusik benak saya adalah tentang “sikap” nya saat itu saat bersama teman teman. Entahlah ada semacam “perubahan” ketika sedang bersama sama. Sikapnya tidak begitu ramah, tidak cair, tidak berbaur, seperti menjaga jarak dengan teman teman seperjuangannya dulu.

Perbandingan

Dia begitu sibuk dengan gadget nya, ketika teman teman nya bahagia bercengkrama mengenang masa bersama sama, tertawa, berkelakar, dia semacam menjaga image, seakaan ada bahasa tubuh yang menyiratkan “hei.. aku beda loh ama kalian, i’m better, i’m succes person, ga leve;” entahlah itu hal yang saya tangkap dari geasture, air muka, dsb. Semoga ini hanya su’udzan nya saya aja, semacam lintasan perasaan.

Dilain cerita, ada seorang lagi yang kalau dari pencapaian kesuksesan materi, bisnis dan karier bisa dikatakan jauh melampaui orang yang pertama saya ceritakan. Bahkan setiap orang mengakuinya. Namun justru sebaliknya, sikap nya sangat blended dengan siapapun yang ia temui, sikapnya sama seperti dulu. Candaan, kelakar, sikap ia tunjukan hangat kepada  kawan kawannya, sama seperti dulu ketika dia masih belum menjadi siapa siapa.

Ia melepaskan “atribut” kesuksesan nya ketika bersama kawan kawannya, karir, materi, dsb, sehingga ia terlihat sangat menikmati acara itu. Sedangkan yang satu lagi seakan membawa “atribut” kesuksesan nya, atau seperti ingin diakui dan menujukan bahwa dia telah menjadi orang yang sukses. Padahal bila diukur dari kualitas, orang kedua memiliki pencapaian yang jauh lebih baik.

Bercermin

Terlepas mungkin ini hanya perasaan saja, semoga bisa menjadi cermin saya pribadi, bahwa apapun pencapaian kita, jangan sampai membuat kita tinggi hati, jangan sampai membuat kita merasa lebih baik dari orang lain, jangan sampai kita “sombong sebelum waktunya” hhee…maksudanya sombong emang ada waktunya gitu ?

Maksudnya, jangan sampai kita belum menjadi apa apa, masih setengah mateng, masih menanjak, namun hati kita mendahuli prestasi kita, terlalu meninggi hati kita, hingga yang pada akhirnya, tidak baik untuk diri kita sendiri, dan juga silaturahmi kita dengan orang lain.

Karena katanya sukses yang sebenarnya, adalah sesuatu hal yang bisa membuat kepala kita lebih tertunduk bukan mendongkak, membuat tangan kita lebih banyak terulur, membuat telinga kita lebih banyak mendengar dan membuat hati kita lebih terbuka luas dan tulus.

angkuh

 

Semoga Bermanfaat,

 

Selamat Menikmati Ramadhan