Maharshi – Ketika Seorang CEO memilih menjadi Petani [ Film India ]

Iyaaa bangettt ….

Lagi keranjingan nonton film India nihh, Selected film India tentunya, film yang memang punya kualitas dan meninggalkan pesan yang kereennn

maharsi 2

Kali ini saya nonton film keluaran tahun 2019 judulnya “Maharshi” yang ternyata dalam bahasa Indonesia, bisa diartikan dengan : Orang Bijak. Sengaja saya gak banyak baca review nya dulu, biar ge banyak ekspektasi dan ngira ngira kemana arah ceritanya.

Ternyata bener banget, film ini rada diluar ekspektasi saya ending akhirnya. Diawal cerita, film ini banyak menyajikan tentang seorang anak muda yang super cerdas, baik hati, tampan, loveble, jago tarung dan struggling buat impian impian besar nya. Lahir dari keluarga yang biasa biasa saja, dan akhirnya membuktikan bahwa dia bisa mewujudkan apa yang selama ini menjadi Visi besar nya. (Sedikit Spoiler …hhee)

Saya kira akan menjadi seperti film sejenis ini lainnya : perjalanan seseorang meraih mimpi dan kesuksesan … ternyata film ini lebih jauh dari ini. Film ini kemudian bercerita tentang :

Pencarian jati diri seorang anak manusia, panggilan hidup, yang berakhir pada pilihan jalan kehidupan …

Walau film ini agak terlalu berlebihan dalam membangun persona tokoh utama (Pokoknya perfect banget daaaahhh, cerdas, tampan, kaya, humoris …hhaa) , namun film ini berhasil menyajikan tentang apa :

Makna Kesukesan Sebenarnya

Bukan tentang kekayaan, bukan tentang posisi dan jabatan, bukan tentang dimana kita tinggal, bukan tentang ketenaran …

Bukan berarti hal hal diatas salah dan kita tidak perlu mencapainya, namun hal hal diatas seperti kecerdasan, kekayaan, posisi dn jabatan, ketenaran adalah sebuah ALAT agar kita bisa benar benar mencapai kesuksesan dan kebahagian yang sebenarnya …

Kesuksesan Bukan Titik, Tapi Koma

Kesukesan Bukan Tujuan, Tapi Perjalanan

Salah satu kutipan yang saya suka dari Richi – Sang Tokoh Utama –

Akhirnya diatas “Ambisi Kesuksesan” yang kadang kita rencanakan, kita kejar, kita dambakan, ada yang lebih kuat dari hal itu semua …. yaitu “Panggilan Hidup” . Dimana hati dan pikiran kita erat mengikat padanya. Walau tanpa hinggar bingar yang kadang orang banyak didefiniskan oleh orang orang. “Panggilan Hidup” adalah tentang dimana hidup kita terasa sangat bermakna dan ada ketenangan dalam menjalaninya

Film ini ditutup dengan sebuah makna yang sangat dalam tentang kesuksesan :

” The person who is eager about success is human, whereas the one gives success and wins for others is Maharshi”

Kurang lebih artinya seperti ini :

” Orang yang bersemangat mengejar kesuksesan untuk dirinya sendiri adalah manusia, sedangkan orang yang mendorong orang lain untuk meraih kesuksesannya adalah orang bijak (Maharshi) “

Maharshi sendiri artinya orang yang bijak …

Dalam cerita ini Richi memilih untuk berkesempatan membuat orang banyak merasakan kesuksesan, ketimbang dia mengejar kesuksesan dan ambisi dirinya sendiri. Sama ketika dia melepaskan jabatan CEO nya, untuk membersamai para petani di desanya …

maharshi

Walaupun ini cerita fiksi, namun betul betul bagus maknanya, tentang bagaimana menjadi manusia yang mampu menemukan jati dirinya, mengikuti panggilan hidupnya, dan menjadi jalan kesuksesan untuk banyak orang …

Film ini mengingatkan saya pada salah satu tokoh hebat di dunia nyata, seorang “Marashi” di dunia nyata, yaitu JOHN WOOD pendiri dari NGO besar ROOM TO READ. Beliau meninggalkan jabatan tinggi nya di perusahaan MICROSOFT untuk memberikan kesempatan anak anak di dunia ketiga untuk mempunyai kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak.

Sebuah langkah yang belum tentu semua orang mau dan mampu melakukannya … Ahh kalau bukan karena “Panggilan Hidup” tidak mungkin beliau sejauh dan seberani itu …

———

Ketika fenomena sekarang manusia berlomba lomba untuk menunjukan eksistensi dirinya, menunjukan kesuksesan dan pencapaian pencapaian pribadi nya, film ini semacam memberi pencerahan kepada kita tentang makna kesuksesan yang sebenarnya

Happy Watching – Get A Meaning ….

Bandung, 14 Juli 2019

Advertisement

Stasiun Kereta [ Tanaka’s Stories ]

Aku sudah duduk disini dalam dua kali enam puluh menit, hanya duduk saja, sambil sesekali membaca buku yang tak kunjung usai ku baca. Sebenarnya buku ini hanya pengalihan saja, agar aku tak terlihat sebegitu terpaku yang di tempat ini.

Sore ini sore yang begitu teduh, angin berhembus membelai pepohonan, hingga pepohonan seperti saling berbisik. Aku pun sama, menikmati laluan angin sore yang bergantian menyentuh wajah ini.

Aku pejamkan mata sedetik itu, detik dimana angin sore seperti ingin menyampaikan bahwa ia ada.  Seakan akan ia pun ikut menikmati sore yang teduh ini.

Lebih dari dua kali enam puluh menit, aku masih di bangku ini, bangku yang menghadap lempengan lempengan besi abu abu yang tak pernah kita tau dimana ujung nya. Gerbong gerbong berjajaran menunggu giliran kepergian. Orang orang berdatang dan bepergi saling berganti.

Wajah lelah, wajah bahagia, wajah rindu.

” Hei sudah lama “ Suaramu membuyarkan lamunku

” Lumayan …”  

” Kamu mau pergi ? “

Engga, aku hanya ingin menikmati sore ini di sini ” aku perlihatkan buku yang sudah dari tadi ada dalam genggamanku

Kali ini, buku mu hanya kamuflase saja ” jawabmu terkekeh

Aku tak menjawab, hanya sedikit tergelak, tanda mengiyakan

Ada yang sedang kamu fikirkan ? ” tanyamu

Tidak ada yang terlalu serius sih …, hanya ingin menikmati suasana disini saja, aku suka. Stasiun kereta menyimpan romantisme yang berbeda

Satu rangkaian kereta melintas di depan kita, kereta dari Surabaya. Tak lama orang orang berganti menuruni gerbongnya, dengan berbagai barang bawaannya. Ya … ada wajah lelah, ada wajah bahagia, ada wajah rindu ….

Mereka akan segera bertemu keluarga tercinta, sahabat lama atau mungkin ada yang sedang menjuangkan cinta ” tiba tiba saja aku berkata seperti itu

” Kamu rindu dia … ??  ” Tanyamu, tak lama setelah kalimatku usai

Entah, yang aku tau, setiap aku melihat kesana, aku berharap dia yang turun dari gerbong itu...”

Naka apakah itu rindu  ….. “ kalimatku terhenti hanya sampai disitu. Dan kemudian aku pun terdiam lagi menikmati sapaan angin sore yang semakin mendingin.

Kau pun merapatkan jaket mu,

Rindu mu akan segera terjawab. ya .. waktu yang akan menjawabnya. Atau mungkin kau yang akan menjawab nya sendiri, kau yang harus mencari tau, bagaimana ujung rindumu ...”

Bila ia takdirmu, dia yang akan menemuimu, tanpa harus kau menunggu … ” ujarmu sambil tersenyum

” Aku pulang, sudah semakin sore, dingin disini, bila kau masih mau disini tak apa, kau tau bagaimana menghadapinya, sabarlah dan bijaksanalah  …”

Terimakasih ….” senyumku melepas kepergianmu

 

 

 

 

A B A H

Sederhana, kupanggil dia dengan nama Abah, walaupun tak pernah tepat ku tau nama lengkapnya, seorang pria berusia 50 tahun-an, yang sudah ku kenal lebih kurang dari tiga tahun, tempatku berlari, tempat ku bersembunyi dari hari hari.

Seperti hari itu, aku ingat, rabu malam pukul tujuh malam, saat kota kecil ku diguyur segemericik hujan yang turun berkepanjangan.  Berbasah basah aku mengendarai motor metik putih, melawan gemericik hujan, tanpa selembar jas hujan, hanya sebuah jaket abu agak tebal, syal merah, dan sepotong kegundahan yang bergumul di dada.

Orang orang sudah mulai beranjak pulang, jalanan lumayan lenggang, aku berjalan ke siliwangi, dan berbelok ke cisitu atas, dingin sungguh, sarung tanganku pun sudah tak banyak menghalang dingin, karena basah tertitik hujan.

Hatiku basah, dingin, kepalaku berkecamuk dengan bertubi tubi pertanyaan, kegundahaan, kekecewaan, dan lain lain. Aku mentok tepatnya, aku tak bisa bercerita apa adanya pada mereka, hanya pada Abah, aku apa adanya.

Kubuka pagar kayu sebuah rumah yang sederhana, ada abah di teras, sedang melukis.

“Assalamualaikum bah”, kucium tangannya, “Waalaikum salam.., “ seraut wajahnya saja, telah mampu mendamaikan hatiku.  Selanjutnya aku tertunduk, menghindari tatapan mata abah, yang sepertinya mencari cari apa yang sedang terjadi denganku.

Hujan masih menggerimis, basah

Abah meneruskan lukisan nya, tangannya yang tua dan kekar menggaris pasti mengikuti bisikan hati, rambutnya panjang diatas bahu, masih hitam digerai dibiarkan tak karuan.  Aku duduk berpindah tepat di samping abah, menyandar tembok, memperhatikannya, dan dia pun asik tenggelam di dalam dunianya.

Hujan semakin tipis, namun tidak mata ini, bulir demi bulir mengalir per  7 detik, kemudian menjadi per 5 detik, menjadi per 3 detik, Dan kemudian genaplah menjadi lebih dari per satu satuan detik …

Aku terisak pelan-perlahan, namun terus meninggi, air mata ini benar tak terhenti, tak mau berhenti, aku hanya menangis, kuhapus dengan punggung tangan, namun selalu mengalir, lagi dan lagi.

Aku begitu koyak, perih, kecewa, terluka, semua bergumul di hati dan kepala, semua peristiwa berkelebatan di kepala. Abah hanya sesekali melirik ku, namun tangannya masih tetap menari nari di atas kanvas, merah, biru, kuning

Aku menangis dan dia melukis

Kami seperti dalam dua dunia yang berbeda. Namun tidak, dia yang memicu bulir bulir ini, dan aku tau dalam setiap gerakan koas nya, dia ada untuk-ku

Cukup itu saja-cukup seperti ini saja

“ …Bah, kenapa ya begitu banyak hal yang tidak kita mengerti, banyak hal yang tak berujung dengan jawaban, dan kenapa aku begitu meresa sendirian, kesepian, aku rapuh rupanya, aku tak sekuat yang ku kira…” Kalimat panjang itu yang hanya keluar dari mulutku,  diikuti isak kecil ku yang tak bisa ku tahan

sesudah itu kami sunyi kembali, lama …

Selanjutnya yang hanya ada bunyi kuas di atas kanvas, setipis sendu hujan, dan sisa sisa tangisku yang melemah. Kali ini hanya isak tangis, air mata yang semakin sabar mengalir,  beritme sepuluh detik sekali.

Sunyi ……

Pukul sebelas malam, aku  harus pulang, aku harus beristirahat.

Aku berdiri, dengan kepala yang masih tertunduk, “Bah….. saya pamit” , Abah melatakan kuas nya, dan ikut berdiri, memandang mataku, perlahan mengusap kepalaku

“ … Serahkan pada Allah, semua hal hal yang sampai sekarang tak kau mengerti, semua hal diluar jangkauan kamu, apa yang kamu yakini atau bahkan kamu ragu, karena semua terjadi karena sebuah alasan, sebuah tujuan, di ujung nanti kamu pasti mengerti akan semua ini, sok neng, Abah mah yakin  kamu kuat, lahaullla wala quwatta illla billhah, semua akan berlalu, minta ke Allah untuk beresin semua urusan kamu…sekarang istirahat ”

Aku kembali terisak, mencium tangannya.

“Assalamualaikum” aku pamit, “Waalaikumsalam” dia mengusap punggung tanganku, melepas ku dari teras.

Aku pulang, masih ditemani segemericik hujan,  masih dengan mata yang sembab, air mata yang masih mengalir, namun saat ini dengan hati yang kembali menghangat.

 

Hatur Nuhun Abah …

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[ Sebuah Kisah ] Batik Pertamamu

batik-pria-lengan-panjang-hijau-cream-cb142-va-330x01

 

Sore itu kulihat kau dari kejauhan, tersenyum, rona ceria tersirat di wajahmu. Mungkin kau sedang bahagia saat itu, senyum yang sudah lama tak  kujumpai lagi. Mataku tertuju pada baju batik yang kau pakai. Ingatanku melayang ke beberapa masa yang lalu, saat ada masa kita pernah menghabiskan hari hari bersama.

Sore itu kau bercerita dengan antusisme yang coba kau redam, namun aku tau kau saat itu berbahagia

“Besok hari pertama ku bekerja, aku belum mempunyai pakaian yang pantas, besok antar aku cari baju, batik kurasa, aku ingin hari pertama ku aku terlihat pantas”.

Esok hari nya, kau mengajak ku berbegas menuju pasar, mencari baju batikmu. ah aku tak menyangka kau ternyata tipikal pria yang kurang simple memilih. Kukira biasanya pria akan lebih memilih pakaian, yang penting batik. Tapi tidak dengan mu. Kau tau kakiku hampir lelah mengikuti langkahmu yang sangat bersemangat hari itu.

Aku pun hampir lelah memberikan pendapat mana baju yang bagus menurutku. “Pilihlah sendiri, aku menunggu disini” kataku. Tapi kau bersikeras agar aku ikut memilihkan baju batik pertamamu, hingga akhirnya kita mendapatkannya satu.

Kulihat wajah mu berseri seri saat itu, lucu rasanya, seperti anak kecil yang mendapatkan baju lebarannya. Saat  perjalanan pulang kau berkata “Aku akan tampan besok dengan baju ini” dan aku pun tergelak.

Batik pertamamu beberapa tahun yang lalu, dan kau masih memakainya hari ini, saat aku dari tak sengaja melihatmu dari kejauhan.

Tidak, aku tidak sedang mengingat masa lalu atau semacamnya, aku hanya tetiba saja ingat suatu fragmen yang pernah kita lalui bersama.

Aku tau, kita berbahagia dalam posisi masing masing kita saat ini, kau dengan hidupmu, aku dengan hidupku.

Tidak ada yang lebih melegakan ketika kita mengingat masa lalu, dan kita tertawa lepas mengingatnya, seperti saat ini seperti saat aku mengingatmu, mencari batik pertamamu.

 

 

What A Life [ Tanaka’s Stories ]

Hai Ka …

Lama aku tak menulis kepadamu, ya.. bercerita kepadamu. It’s been so long, kita tak bercakap cakap seperti dulu. I miss ya, really …

Tidak, aku tidak pernah benar benar melupakanmu, tidak pernah. Namun kadang aku ada di sebuah espisode hidup yang menjadikan aku mengabaikan bahawa aku memilikimu.

Seperti malam ini, tetiba aku ingin betemu dan banyak bercerita dengan mu, tentang banyak hal. Bukan, bukan tentang cinta atau semacamnya, sudah lama aku tak begitu mempedulikan tentang hal itu.

Aku ingin menceritakan tentang hidup yang kadang mulai terasa lebih berat, lebih menanjak, lebih complicated. Tidak, aku tidak ingin mengeluh, atau apapun, aku hanya ingin bercerita kepadamu seperti sore yang biasa, seperti waktu waktu sebelumnya, hanya bercerita, itu saja.

Ka ….

Hidup kadang menyajikan kita masalah yang berbeda dalam satu waktu yang sama, kadang satu masalah yang membuat kita ingin berhenti melangkah, atau lama terhenti  melangkah. Membuat kita kacau, membuat kita resah, membuat fikiran kita melayang layang mereka reka apa yang akan terjadi selanjutnya.Disisi lain, ada peran lain yang mesti kita jalankan,  menuntut kita “berpura pura” baik baik saja, berjalan setegar mungkin, bernafas seringan mungkin. Life Goes On itu yang mereka bilang’

Aku tau – kamu tau, aku berusaha, untuk terus berjalan, menghadap kedepan, meyakini yang aku yakini, yang kamu yakini, bahwa seperti apa pun ujian, kesulitan bahkan kesalahan yang kita lakukan adalah pembelajaran, bawa ujian, kesulitan bahkan kesalahan itu adalah kehidupan itu sendiri.  What a Life …

Ka ….

Hidup itu indah ya …seperti kata mu. Apapun, apapun yang datang pada kita, jalani. Bahagia atau luka. Bahkan luka pun bisa jadi bahagia bila kemudian kau bersabar untuk melihat kenapa dibalik itu semua, dan bagaimana kita menyapa luka itu.Berbijaklah katamu, itu kuncinya. Dan bila kau takut,maka beranilah, karena itu obatnya. Bila kau mampu dan mau, maka di akhir cerita yang kau tau hanyalah bahagia

Ka ….

Aku rindu berjalan di padang rumput di senja hari, di kala cahaya matahari jatuh menguning menimpa rerumputan. Angin sore yang mengantarkan kita untuk pulang ke rumah, rumah taman tempat kita sering bertukar cerita, cerita tentang cahaya, tentang suara, tentang angkasa.

Ka ….

Aku rindu kau, aku rindu rumah, rumah hutan kita …