Perlukah Selalu Membuat Resolusi ?

Blog pertama di tahun 2020 …

Setelah lama “sok sibuk” dengan beberapa urusan dan setelah itu dilanjutkan dengan aroma liburan yang cukup membuat sedikit enggan untuk membuka laptop, akhirnya kita bertemu lagi …..

Ahh selamat datang tahun baru, lebih tepatnya selamat datang kalender baru …hhe.

Seperti biasa, dia wal tahun ini orang orang yang beramai ramai menyatakan tentang resolusinya. Memang, moment pergantian tahun adalah salah satu cara yang pas untuk membuat resolusi, harapan, rencana atau pencapaian. Semacam ada euforia atau energi yang baru saat kita menuliskan apa saja yang ingin dicapai di awal pergantian tahun.

Namun di tahun ini saya memilih untuk tidak membuat resolusi yang besar besaran, saya memilih untuk lebih banyak mengevalusi diri atas perjalanan hidup yang telah selama ini dilalui.

Rasa rasanya bila kita hanya berfokus kepada keinginan pencapaian diri, namun abai terhadap pentingnya mengevaluasi diri, maka kita hanya akan menjadi manusia pemimpi yang senang dan terbuai dengan angan angan, namun lupa untuk menjadi manusia yang perlu untuk berfikir evaluatif dan senatiasa berkeinginan memperbaiki diri.

Barangkali karena selama ini kita begitu banyak di “infiltrasi” dengan kalimat kalimat dari quotes para motivator seperti ini : “Apa impianmu tahun ini ….” ; “Apa yang ingin kamu punyai ditahun ini” ; ” Berapa income yang ingin kamu punyai tahun ini…” dan lain sebagainya.

Rasanya jarang yang meneriakan : “Apa kesalahanmu tahun lalu ….” ; “Apa yang hendak kau perbaiki tahun ini….” dan semacamnya

Tidak salah memang, namun saat berlebihan dan tidak pada tempatnya, maka kita akan menjadi manusia yang hanya pandai berangan angan.

Padahal evaluasi diri adalah modal untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Menyadari kesalahan kesalahan baik tingkah, laku, rasa, cita, karsa, pemahaman, sudut pandang, nilai yang dipilih, dll. Belum lagi evaluasi dalam kita mengambil langkah, keputusan, pilihan pilihan hidup dan lain sebagainya, yang selama ini masih terasa masih salah, kurang tepat atau belum bijak.

Ah kalau di bikin list perbaikan diri, banyak sekali rupanya yang perlu diperbaiki dari diri ini, dari hal yang kecil sampai hal yang besar …

Evaluasi pun tentang bagaimana kesyukuran kita terhadap hal hal yang telah berhasil kita lakukan, ujian yang mempu kita lewati, tantangan yang mampu kita jawab, kesabaran yang berhasil kita lakukan, juga kebajikan yang mampu kita tanam.

Keduanya kita jadikan catatan untuk langkah kehidupan selanjutnya. Apa apa yang telah baik, dan tercapai kita lanjutkan, luaskan dan naikan.

Apa apa yang masih belum tercapai, kita telisiki apa yang membuat hal itu belum tercapai.

Bertanya kepada diri , kenapa hal ini berhasil ? dan kenapa hal lain belum tercapai. Selalu bertanya tentang KENAPA adalah cermin kemawasan diri

Mencermati apa yang menjadi prosesnya, bukan hanya tentang hasil akhirnya …

Semoga selalu diberikan kesadaran dan kekuatan untuk mampu melihatdan mengakui adanya ketidaktepatan dalam pikiran, rasa atau pensikapan, kemdian bersuyukur akan pencapaian, keberhasilan dan kebaikan yang telah mampu kita lakukan. Kemudian mengambil hikmah, pelajaran, dan kebajikan dari keduanya.

Ah satu lagi, agar diberikan ke-Ridha-an atas apa apa yang telah terjadi, terutama atas perkara yang diluar dari kendali kita, diluar kuasa kita. Karena ada banyak hal juga yang tidak langsung akan kita ketahui apa maksud dan makna di balik semua perstiwa. Bersabarlah ….

Tulisan ini bukanlah cerminan akan pesimisme atau keengganan untuk lebih berdaya, justru catatan ini -bagi saya pribadi- adalah wujud optimise dipadu dengan penyadaran diri.

Bila ada sedikit resolusi sederhana di tahun ini, barangkali ini yang utama :

Bisa tidur lebih awal dan bangun lebih awal, hingga bisa terus menemui-Nya di sepertiga malam. Aamiin yaa rab …

Fn : Sebuah catatan pengingat diri, semoga bermanfaat juga bagi kamu, iyaa kamu …. 🙂

2 Januari 2020

Dari

Bandung Yang Sedang Hujan Hujannya

Advertisement

My Silence Time

lonceng

Di zaman tekhnologi 4.0 – yang konon katanya tak lama lagi akan menuju zaman 5.0, waduhh apalagi nihh…  – kita tidak bisa lepas yang dari namanya gadget atau gawai. Rasa rasanya hal yang kini paling dekat dengan kita adalah gawai tersebut. Keseharian kita tak bisa lepas dari gawai, baik itu yang berkaitan dengan urusan pekerjaan, kehidupan sosial ataupun yang bersifat hiburan.

Gak diperlu dibahas lagi sebenarnya tentang bagaimana orang orang -termasuk saya- menjadi begitu ketergantungan kepada benda yang satu ini.  Dengan level yang berbeda beda tentunya. Ada yang sudah bisa bijak dalam menggunakannya, ada yang tanpa kendali dalam penggunaanya.

Saya ingin sedikit berbagi saja tentang “Self Regulation” yang saya belajar terapkan agar tidak ketergantungan, tetap produkif, dan tetap bijak dalam menggunakan gawai dan teknologi internet ini

Silence Time 

Jadi saya membuat moment yang saya sebut dengan “Silence Time” dimana saat itu saya meng-nonaktifkan gawai saya, terutama dari koneksi internet. Untuk telfon dan sms masih bisa diakses, untuk mengantisipasi apabila ada hal atau kondisi penting, sehingga orang perlu menghubungi kita atau sebaliknya.

Ada dua waktu dalam sehari biasanya saya atur untuk “Silence Time” saya, yaitu di pagi hari dan sore hari. Pagi hari dari bangun tidur sampai sekitar jam 6 pagi dan sore hari dari magrib hingga menjelang Isya. 

Misalnya kalau kita bangun sekitar jam 3-4 subuh, saya usahakan benar benar tidak menyentuh gawai sedikitpun hingga menjelang jam 6 pagi.

Begitu pun dengan sore menjelang magrib. Bila posisinya sedang ada dirumah, maka saya off kan koneksi internet di gawai saya, hingga menjelang Isya. Setelah Isya baru biasanya saya aktikan lagi koneksi internet nya

Kenapa saya off kan data nya, karena kadang kita masih tergoda untuk membuka gawai ketika kita mendengar ada notifikasi yang masuk. Jadi aman nya di off kan saja.

Ada saat atau kondisi tertentu memang saya tetap harus tetap aktif dengan kondisi internet, terutama di sore/magrib atau sedang di luar. Namun untuk waktu dini/pagi hari, saya betul betul mengusahakan dan menkondisikan diri saya dalam keadaan “Silence Time”

 

Kenapa Sih Mesti Ada “Silence Time”

Tentu setiap orang punya alasan dan kebutuhan yang berbeda beda. Bagi saya, saya sangat membutuhkan “Silence Time” ini. Untuk apa ? untuk saya berkomunikasi dengan diri saya sendiri, lebih saya “mengisi” hati, jiwa dan pikiran saya sendiri, lebih jauh “Silence Time” ini saya gunakan untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta.

Bagi saya yang mudah teralihkan, mudah ter “distrace” , mudah tergoda, masih gampang terlena, yang masih suka asyik asyik scroll kemudian lupa waktu. yang kadang bias antara niat menggunakan gawai untuk urusan yang produktif, tapi jadinya “khilaf” mengakses hal hal receh, info tidak penting, dan jadi tidak produktif, maka saya akhirnya membutuhkan dan menerapkan “Self Regulation” seperti ini.

Karena dengan penggunaan gawai yang tanpa kendali, kita akan menjadi manusia yang “Outside In”menghabiskan waktu dan fikiran kita untuk hal yang datang dari luar, menjadi sangat responsif, seakan akan “wajib” rasanya menjawab segera semua chat yang datang dari luar, wajib rasanya membaca status status terbaru kontak kita, wajib rasanya bersegera mengecek dan menjawab notifikasi yang ada di medsos kita, dsb.

Belum lagi godaan godaan lainnya, dari satu medsos ke medsos lain, dari satu chat ke chat lain, dari satu notifikasi ke notifikasi lain, tanpa henti ….

Pernah ada yang ngerasain hal yang sama ?

Ngapain Aja Silence Time Itu ?

Nyambung sama bahasan diatas, saya sedang belajar untuk tidak menjadi manusia yang terus menerus “Outside In” tapi menjadi manusia yang “Inside Out” meluangkan diri untuk lebih berfikir mendalam,  banyak bercakap cakap dengan diri sendiri, membuat perencanaan perencanaan jangka panjang, mengevaluasi diri, membaca buku, merenungi ayat ayat suci, dan hal hal mendalam lainnya.

Atau memperuntukan  “Silence Time”  itu untuk berbicara mendalam, meluangkan waktu, pikiran dan hati untuk keluarga kita, orang orang yang benar benar di depan mata kita, tanpa gangguan notifikasi, chat grup, atau semacamnya yang tidak akan pernah ada habisnya. Benar benar ada untuk mereka, orang orang terdekat kita.

Bahkan, bisanya saya meluangan beberapa hari (Minimal satu hari penuh) untuk melakukan “Puasa Internet” going outside, jalan jalan keliling kota, berbicara dengan orang orang baru, melihat hal hal lebih dalam yang selama ini luput dari pandangan kita

 

Sudah Disiplin Dengan “Silence Time” nya ?

Nah itu dia sedikit berbagi tentang “Silence Time” yang saya lakukan. Masih suka tergoda ? Tentunya, godaan selalu ada, dan masih kadang melakukan “cheating” hhaa… Tidak mudah mendisiplinkan diri di tengah derasnya arus informasi dan eksistensi diri, apalagi bila tanpa me-regulasi diri.

Namun, sekali lagi. Dalam hal ini, setiap orang sebaiknya punya “Self Regulation” yang sesuai dan dibutuhkan oleh masing masing individu, yang tentunya berbeda satu dan yang lainnya

Yang jelas, bijak bermedos sangat sangat dibutuhkan -dengan cara masing masing- jangan sampai menjadi manusia yang “Outside In” lupa untuk berusaha menjadi manusia yang “Inside Out” dan menjadi manusia yang menjadi korban informasi, tidak mampu berpikir mendalam, menjadi tidak produktif, habis masa sia sia tanpa karya dan amalan berguna.

How About You ? Do You Have Your Silence Time ?

Sharing dong … 🙂

Bandung, 18 Juni 2018

Terimakasih Ramadhan

So, this is it … Berpisah kita disini rupanya. Banyak yang aku rasakan selama sebulan kebersamaan. Rasanya sangat banyak yang ingin kuungkapkan

Terimakasih untuk suasana syahdu yang kau persembahkan

Terimakasih telah membersamai dalam riuh dan diam

Terimakasih untuk membuatku mau tegak terjaga dalam malam malam, rela terlarut hanyut dalam ayat ayat suci Nya

Terimakasih telah membantuku lebih memaknai sabar dan kesyukuran

Terimaksih telah membantuku, berpikir dan menjiwa dalam dalam

Terimakasih telah membantuku lebih mengerti tentang penerimaan

Terimakasih telah membantuku yakin atas doa doa dan harapan

Terimaksih telah membantuku, meyakini kemana arah jalan kehidupan

Terimakasih telah membantuku, lebih dekat , mengenal, dan menginternalisasi akan Ke Maha Besaran-Nya. Bahwa pada-Nya lah kehidupan ini semua akan bermuara. Ini yang utama

Ya, DIA. Pencipta kau juga aku

Ramadhan,
Walau aku sadar, kau masih banyak ku sia siakan. Masih terperangkap dalam kemalasan dan kelalaian, melakukan banyak pembenaraan

Ramadhan,
Terimakasih yaa, sebulan ini adalah saat yang sangat berharga. Klise barangkali. Tapi kuharap, bisa berjumpa dengan mu di kemudian hari

Dan di hari perjumpaan itu, aku ingin kau melihatku menjadi manusia yang jauh lebih Taqwa di hadapan Pencipta Kita, ALLAH Azza Wa Zalla, dan siap kembali menerima “tempaan” mu di waktu selanjutnya

Ramadhan, sekali lagi terimakasih yaa… See you, when I see you

Dibalik Musibah

Semoga setiap musibah, ujian, adalah jalan kita semua, untuk lebih DEKAT kepada yang MAHA BERKEHENDAK menjadikan ini terjadi. Baik yang tertimpa musibah ataupun kita yang menjadi saksi dan peduli.

Berdo’a untuk mereka saudara saudara kita disana semoga diberikan KEKUATAN dan KETABAHAN. Juga untuk kita sendiri, sebagai pengingat bahwa kehidupan ini ada yang MENGGENGGAM, di atas KUASA-NYA semua bisa terjadi

Jangan sampai sebuah bencana hanya kita bahas pada hal sebatas fenomena saja. Sebatas membahas pada gejala gejala alam, atau semacamnya. Namun kita lupa, mengkaitkan ujungnya pada SANG PENCIPTA yang menghendaki segala nya terjadi.

Innalillahi Waa Inna Ilahi Rajiunn, semuanya milik ALLAH dan akan selalu kembali Kepada-Nya. Karena apabila segala peristiwa di depan mata tidak membuat kita lebih Takwa, tidak membuat kita lebih tersadar dengan dosa dosa kita, lalu dengan cara apa lagi Allah menyadarkan kita ….

Ah… Ini nasihat kepada saya sendiri, yang masih sering lalai seraya berdosa. Kita tak pernah tau kapan dan dengan cara apa Allah menggerakan Alam miliknya untuk menyadarkan kita, bahwa IA MAHA KUASA ….

Mah Besar Allah Dengan Segala Kuasa-Nya …

Pit Stop ” Ramadhan “

Marhaban yaa Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan, bulan saat ampunan di janjikan, bulan yang istimewa bagi mereka yang ada menyala takwa di hatinya, bulan di mana kitab terbaik petunjuk sepanjang masa diturunkan, bulan di mana sang pencipta berlipat lipat memberikan kasih sayangnya kepada umat manusia.

Bagi saya pribadi bulan ini adalah bulan “perhentian”, bulan dimana saya ingin “berhenti” sesaat untuk melihat langkah yang telah terjejak di belakang, untuk melihat posisi saat ini, dan untuk memantapkan arah perjalanan kedepan.

Bulan Ramadhan ini saya ingin untuk lebih banyak menyempatkan waktu “bersendiri” untuk  merenungkan apa yang telah terjalani selama ini, “bersendiri” untuk lebih mendengarkan, bukan hanya kata hati, tapi juga mendengarkan nasihat diri.

Bersendiri bukan berarti  mengasing dan tak mau berjumpa dengan orang lain. Namun bersendiri berarti meminimalisir diri dari kebisingan hari hari, beristirahat dari ambisi diri yang kadang tidak terkendali, mengukur diri dari kaki yang mungkin terlalu kencang berlari atau mungkin dari kaki yang teralalu lambat mengarungi hari.

Mengistirahatkan diri dari nafsu kita untuk terlalu mengetahui dan mengikuti apa yang ada di luar sana, hingga abai dengan kata hati. Karena katanya, apabila telinga kita terlalu banyak mendengar apa yang ada di dunia, kita jadi lalai mendengarkan kata hati diri sendiri, mendengarkan panggilan diri yang murni.

Ya, menurut saya bulan ini adalah bulan yang tepat untuk melihat rekam dan jejak diri, merenungkan apa yang sedang dan apa yang telah dilakukan, membayangkan apa yang akan ditinggalka. Kemudian berdialog dengan diri sendiri, dan “berdiskusi” dengan Nya, Sang pemilik alam semesta

Bila diibaratkan hidup adalah sebuah sirkuit arena, maka bulan ini bagi saya adalah sebuah “Pit Stop” sebuah tempat untuk kita beristirahat, mengisi daya, mengumpulkan energi, memperbaiki atau melepas yang telah usang, dan mengganti hal hal yang perlu diganti dengan “spare part” yang baru.

Karena apabila kita tak berhenti di “Pit Stop” kita tak akan pernah tau apa hal yang telah usang, apa yang telah rusak, apa yang sudah tidak bisa dipakai. Karena apabila tidak ada “Pit Stop” dalam diri kita, kita tak tau seberapa besar energi yang tersisa, kita tak akan tau seberapa daya yang kita butuhkan untuk perjalan selanjutnya.

Dan apabila kita terus kencang berlari tanpa berhenti, kita mungkin hanya peduli pada berlari dan mengemudi, tanpa kita mengingat lagi apakah telah benar jalur dan arah yang kita tempuh, atau jangan jangan kita hanya berlari dan lupa akan tujuan hakiki.

Karena perjalan panjang butuh peristirahatan, butuh perbaikan, butuh pengevaluasian, butuh energi yang selalu baru, agar perjalanan  panjang kita kemudian bisa lebih benar, lebih kencang, lebih terarah, lebih tertara, hingga kelak di depan kita bertemu dengan titik finish, ya titik finish kehidupan.

Dan Ramadhan ini adalah sebuah “Pit Stop” untuk mencari lagi tujuan diri, Bismillah ….

 

Pit-stop

Tak Usah Berfikir, Nikmati Saja Dunia

So, apalagi yang kau mau lakukukan. Dunia ini sudah menyedia apa saja, menyedia segala sesuatu, bahkan sesuatu yang tidak kau butuhkan.

Kau mau makan, carilah resto resto siap saji perkotaan. Atau ingin lebih sedikit terlihat elegan, mampirlah ke kafe kafe simbol pergaulan, disana kau akan peroleh banyak kenikmatan, suasana yang cozy dan juga iringan lagu kekinian. Habiskan waktu mu disana, bersama kekawan, bercanda, bercengkrama, bincangkan saja tema tema ringan dan menyenangkan. Nikmati saja …

Hmmm.. Atau kau ingin tampil menawan. Okee.. Disana ada berjajar jajar penjaja pakaian, dari selera lokal sampai mode ala victoria beckham. Dari warna jingga, hingga nila, segalanya ada. Berkacalah buat dirimu mempesona. Nikmati saja …

Atau kau ingin hiburan…, pergilah kesana ada sebuah layar besar dengan tempat duduk meremang. Bukan, itu bukan pagelaran wayang, tapi orang orang yang sedang memainkan peran. Nikmati saja layarnya, tak usah kau tau ada apa diluar sana. Nikmati saja …

Ingin sedikit kesenangan ? Baiklah. Kau beloklah ke kanan dan berhenti di sebuah persimpangan, disana ada berjajar ruang ruang yang bisa mendendangkan apa saja, suaramu akan terlepaskan disana, mungkin sedikit adrenalin, ketika kau belajar berani bernyanyi di depan teman teman. Nikmati saja …

Oh ya, apakah kau mau dikenal dunia. Bila ya, banyak banyak lah bergaul dalam sebuah layar kaca yg bisa mengkoneksi dunia. Kau habiskanlah waktu disana, berbagi apa yang kau rasa, kau sedang apa, atau kau mau apa. Atau bila perlu, semua gambar kehidupan mu, kau muatlah disana, biar dunia tau, segala sesuatu tentang mu, hebat bukan …?. Nikmati saja

Bagaimana kalau kau duduk manis saja di rumah mu, ada sajian tak putus, 24 jam, beranek ragam cerita dan berita akan ku dapat disana. Dari cerita cinta, anak durhaka, anak anak yang tertukar, atau cerit lur biasa tentang seseorang anak rang kaya  yang tertabrak, kemudian hilang ingatan.

Masih di layar kaca itu, nikmatiah musik musik ajaib semenjak pagi, tentang dendang cinta atu patah hati, hafalkan lah liriknya, ikutilah uramanya, tenggelam lah didalamnya, resapi sesolah olah kau adalah aktror utama dalam cerita itu, bila lagunya bersedih maka bersedilah, bila gembira maka bergembiralah.

Kau lakukan apa sajalah yang kau suka, apa saja. Bukankah dunia ini sudah menyediakan apa saja ?! Apa yang kau suka, apa yang kau minta, bakan yang tidak kau pinta pun, serta merta ada.

Nikmatilah apa yang ku saji bersama kawan dan keluarga, kau hany butuh duduk manis, mengeluarkan sedikit uang barangkali, dan tenaga untuk meraihnya, ah sederhana sebenarnya, sedikit usaha saja semua kesenangan akan mudah kau peroleh.

Tapi satu hal yang jangan kau lakukan, jangan pernah. Ya, jangan pernah BERFIKIR. Tak usah lah kau mencerna  tentang apa yang telah disajikan dengan mudah  kepadamu.

Tak usahlah kau fikir tentang masa depan dunia ini, masa depan bangsa ini, masa depan  tentang saudara saudara, tak usah.

Tak usahlah kau berfikir tentang perubahan, memerangi kejahatan, melindas para pembuat makar. Tak usahlah berfikir tentang masyarakat, toh mereka orang lain bagimu. Tak usah lah berfikir mengapa ini begini mengapa itu begitu, tak usahlah…

Tak usahlah kau fikirkan tentang dunia yang lebih baik, dunia yang lebih benar seharusnya, tak usahlah kau fikirkan tentang memperbaiki lingkungan, bahkan pendidikan anak anak bangsa.

Tak usahlah kau banyak berbuat, berkarya, dan bertindak

Tugas mu hanya bersenang senang, menikmati dunia. Maka dari itu aku akan menjauhkanmu dari membaca, menjauhkan mu dari berdiskusi, menjauhkan mu dari menulis tentang terumbu  fikirmu. Maka aku akan menjauhkan mu, dari pertanyaan pertanyaan kritis dalam benakmu

Tak usahlah… Karena bila kau membaca, bila kau berfikir, bila kau menulis dan berbicara, maka celakalah kami, berantakanlah rencana besar kami, misi mulia kami ….

Karena bila kau banyak membaca, kau akan dapat banyak limpahan ilmu dan sinaran cahaya. Karena dengan berdiskusi akan memperkaya alam fikirmu, mensinergikanmu dengan temanmu, memperkuatmu. Karena dengan menulis banyak orang akan tau mengenai apa yang ada dalam benakmu, karena dengan menulis akan banyak yang terpengaruh dengan fikiranmu.Berhentilah membaca, Berhentilah Berdiskusi, Berhentilah Menulis

Clubbing

(Foto From Google)

Maka demi itu, plis, plis, tak usah berfikir, nikmati saja dunia !!

Mengapa Terlalu Mengagumi Alam ?

Saat berkelana, kita seringkali terpesona dengan indah nya alam raya, dengan berupa rupa pemandangan yang terhampar. Terpesona dengan  kokohnya gunung tinggi yang megah, dengan betapa menenangkan nya hamparan biru lautan, akan pepasir pantai putih yang begitu menenangkan, akan indahnya makhluk makhluk di lautan, akan sejuknya semilir angin pegunungan, akan hal hal yang disajikan oleh alam kepada indera kita.

Begitu banyak ucapan kekaguman kita pada alam raya, begitu meluap keterpesonaan kita terhadap pemandangan indah di mata kita. Kerennnnnn , amazing , indah banget … beberapa kalimat yang sering keluar dari mulut kita ketika menyaksikan keindahan alam.

Namun kadang kita hanya terhenti pada pesona, pandangan kita hanya berhenti di mata saja, berhenti di kekaguman indera saja. Terkadang kekaguman kita tidak sampai kepada pencipta-Nya, malah kadang kita lupa pada siapa yang menciptakan-Nya, rasa kagum itu hanya berhenti pada mata saja.

Ahh… padahal alam raya itu tidak bisa menciptakan dirinya sendiri, tidak bisa mereka-reka dirinya sendiri, memperindah dirinya sendiri, mereka diciptakan, mereka ciptaan. Jadi mengapa kita menjadi terlalu kagum dengan alam, namun menjadi lupa dengan siapa yang menciptakannya ?

Sesempurna apapun alam raya, ia tak bernyawa

Ia tak bisa menciptakan diri nya sendiri

Ia sekedar ciptaan

Maka Pujilah Ia, Yang Mencipta

Karena hanya Ia lah yang pantas di puji

Penciptanya – bukan Ciptaan Nya

Semoga, dalam setiap langkah ketika kita menginjakan kaki belahan mana saja di bumi-Nya, yang utama kita ingat adalah bahwa setiap inci alam raya ini adalah ciptaan-Nya, bahwa kekaguman kita akan alam raya ini, haruslah berujung kepada kekaguman atas kuasa-Nya.

Bahwa setiap kekaguman kita kepada semesta ini, adalah sebagai penghantar takwa kita kepada-Nya. Aamiin ….

 

gamalama

Apa Yang Lebih Besar Dari Impian ??

 

impian

Begitu ramai kita membahas tentang impian, impian itu. Kita semua punya impian, saya, anda, mereka, kita semua. Banyak dari kita yang mempunyai impian mulia, impian  mempunyai rumah untuk para yatim dan dhuafa, impian untuk membangun masjid, untuk menghajikan orang tua, impian untuk membuat rumah sakit untuk para dhuafa, impian membuat sekolah, impian untuk membuka lapangan pekerjaan, dsb.

Impian mulia itu kadang membuat kita mengebu gebu, begitu bersemangat, begitu antusias, begitu berenergi, semuanya serasa di depan mata, semua begitu terbayang nyata, seluruh alam raya serasa merestui.

Namun, seiring waktu berjalan, impian itu menghadapi banyak cobaan, kesulitan, rintangan, maju-mundur, kemudian mentok, naik turun, menurun dan tersungkur, dan sekarang seolah olah dunia menentangmu, alam raya tidak merestuimu.

Lalu apakah lantas kita akan menyerah pada impian impian itu ??

Ya !!! Apabila impian impian itu hanya sekedar euforia belaka, impian itu hanya sekedar suka suka saja setelah kita ikutan training motivasi, apabila impian itu hanya sekadar ikut ikutan belaka, hanya trend sementara. Halang rintang yang dihadapi diatas akan membuat impian kita menjadi mudah patah begitu saja.

Lagian, kenapa bersusah payah mempunyai impian. Hidup biasa biasa saja tanpa impian juga gak apa apa kok, atau kalo si impian itu memang susah di capai, ya udah sih udahan aja, tinggal berbelok cari impian lain yang mugkin lebih realistis.

 

***

Lalu apa yang lebih kuat dari impian atas hal hal mulia diatas ??  mempunyai rumah untuk para yatim dan dhuafa, membangun masjid,  menghajikan orang tua, membuat rumah sakit untuk orang yang tak mampu, impian membuat sekolah gratis, impian untuk membuka lapangan pekerjaan, impian membantu banyak orang, dsb.

Apa yang lebih kuat dari IMPIAN ? apa yang membuat kita tak beranjak dari hal hal diatas ketika bertubi tubi kita di hantam oleh rintangan, halangan, penolakan, cibiran,  hingga kegagalan yang terus menerus.

KEWAJIBAN, ialah yang lebih kuat dari IMPIAN. Kewajiban yang bukan hubungannya terhadap diri sendiri, kewajiban yang bukan hubungannya dengan orang lain, namun KEWAJIBAN kita kepada Nya.

Hal hal diatas, berharta banyak, membantu orang lain, melayani banyak orang, menjadi jalan kebaikan , menjadi kanal keberkahan, menjadi sumber kebermanfaatan dalam kehidupan, jadikan sebuah KEWAJIBAN bukan sekedar IMPIAN. Kewajiban kita kepada-Nya, sebagai penghambaan kita kepada – Nya.

Karena saat itu kita jadikan sebagai sebuah kewajiban , ia akan mengikat erat dalam hati dan fikiran kita. tak hanya euforia dan artificial dunia saja, tidak hanya sekedar formalitas saja, tidak hanya sebagai eksistensi saja.

Karena saat itu kita jadikan sebagai sebuah kewajiban, kau tak akan mudah patah, lantas menyerah, karena melaksanakan sebuah kewajiban adalah penghambaan.

Bismillah….

 

 

 

 

 

Merasa Mulia

rumput

 

Suatu waktu manusia merasa mulia, karena jalan hidup yang ia pilih. Suatu masa manusia merasa mulia karena pilihan cara yang ia punya. Suatu waktu manusia mengernyitkan dahinya, berbisik di hatinya, mengomentari pilihan orang lain yang berbeda darinya, pilihan hidup yang ia anggap tidak semulia dirinya.

Ah.. padahal ia menjadi tidak mulia, karena merasa mulia. Ia tergelincir dalam jebakan lubang tak kentara, memang ia selama ini di jalan yang benar, tapi ia tidak awas, karena terlalu mendongkak keatas, bersibuk dengan kebanggan dirinya ia tidak melihat kebawah, ia tidak meilhat jalan yang ia pijak.

Ada jebakan jebakan mematikan di sana, ada lubang yang bisa menarik ia ke pusaran yang dalam, yang berujung di labirin panjang dan gelap. Hingga ia  tidak sadar, bahwa ia telah jauh dari jalan kebenaran, yang sebenarnya memang penuh dengan kemulian.

Ah merasa mulia bisa melenakan, membutakan, menjauhkan dari kemulian sebenarnya.

Jadi Wahai Kau Jiwa, Menjadi Mulialah Tanpa Harus Merasa Mulia

 

P.s : Sebuah catatan pengingat untuk diri sendiri

 

Apa Arti Perjalan Bagimu ?

blur

Blurring

Lalu apa makna perjalan bagimu ?

Apa hanya sebatas lalu lalang mu saja

Apa hanya sebatas senang senang saja

Sebatas prestasi penginjakan bumi disana dan disini

Sebatas pengabdian memori untuk berbangga diri

 

Lalu apa makna pengembaraan bagimu ?

Serupa perpindahan fisik mu sajakah

Apakah kau bawa juga jiwa mu besertanya

Apa hanya perjalanan mata semata

 

Lalu apa hasil perjalanan bagimu ?

Apa menambah penuh jiwamu

Apa menyentuh iman mu

Menyadarkanmu, bahwa kau hanya manusia

Membangunkamu, bahwa kau tak punya apa apa

Menyadarkanmu, bahwa kau hidup di Alam Ciptaan Nya

 

Lalu apa hasil petualangan mu ?

Sebatas memori gambar saja

Sebatas cerita belaka saja

Apakah perjalalan mu meninggalkan jejak manfaat

Manfaat pada mereka yang kau temui disana

Manfaat pada alam raya

Paling tidak makin mendekatkan mu pada-Nya

Apakah kau hanya lewati begitu saja

Ahh ……

 

#Sebuah catatan pengingat untuk diri sendiri