ANIMAL [ Movie Review ]

MAHALNYA hubungan AYAH – ANAK

Film ini cukup bikin berdebar-debar, dengan akhir yang cukup mengharukan dan hikmah yang menurut saya cukup dalam…

Menceritakan hubungan ayah dan anak yang sama2 ALFA MALE. Tentang sang Ayah yang cukup DINGIN saat sang Anak masih kecil, sangat haus perhatian & ingin berdekat dekat dengan sang Ayah. Karena menurut Sang Ayah, tugas utama Sang Ayah adalah memberi nafkah yang banyak/mengurus bisnis & kedekatan batin dengan Anak diabaikan ….

Rupanya kondisi ini berpengaruh mendalam kepada karakter Sang Anak, yang jadi ALFA MALE juga. Setelah dewasa Sang Anak -dalam bawah sadarnya- ternyata masih berusaha mendapatkan perhatian dari Sang Ayah dengan berbagai cara, sampai dengan cara cara yang mengerikan …

Terlepas dari cerita tentang konflik lain ; persaingan bisnis, permafiaan, dendam antar keluarga, yang paling membekas dari film ini bagi saya adalah tentang HAUSNYA seorang ANAK atas KASIH SAYANG, PERHATIAN, DIANGGAP ADA, & BERHARGA dari seorang AYAH

Walaupun dengan bumbu2 adegan perkelahiannya cukup sadis, tapi yang paling berkesan adalah adegan saat akhirnya terucap kata MAAF dari Sang Ayah. Kemudian adegan Sang Anak yang super brutal, nangis sesegukan saat dipeluk, diusap usap kepalanya oleh seseorang sosok AYAH yang bukan Ayahnya ….

Para orangtua, calon orangtua, nonten dehh…bagus untuk pelajaran tentang MAHALNYA hubungan AYAH – ANAK …

Sebuah Rasa Jatuh

Sebuah rasa jatuh, dari jantung ke perut

Entah semacam apa percisnya, seperti dada yang menggembung hingga kerongkongan

Dan perut yang mengkerut, seperti ada yang jatuh

Saat ada sesuatu yang terasa berat dilakukan, namun harus dijalankan

Tentang menebak nebak bagaimana hasil akhirnya

Akankan akan patah, dan berhenti, dan memulai dari awal

Atau kemudian jalan akan terang jalan terbentang, dan tertemu jawaban

Tentang bersiap untuk segala rasa dan peristiwa

Tentang menerima yang nyata, kemudian menyusun kembali harapan dan doa

Kucoba berbisik bijak pada diri :“Baik…mari kita jalani saja, tak perlu menerka nerka, ikhlaskan saja…”

Walau ku tahu ikhlas tak semudah ramuan kata dan sabar adalah tentang menghadapi segala rasa

Seperti malam ini, seperti rasa yang jatuh di dasar perut

Tidak Perlu Terburu …

Saat jatuh, terpuruk, atau situasi tidak sesuai dengan harapan & keinginan, tidak perlu terburu mencari hikmah, tidak perlu terburu menjadi bijak
Memaksa diri untuk bijak, padahal hati & fikiran masih berontak.

Take your time…

Terima dahulu segala rasa di diri, tiada salahnya, kita manusia dengan segala rasa

Endapkan, uraikan, lepaskan…

Setelah itu perlahan tata lagi hati & fikiran, mencermati apa yang terjadi. Pelan pelan lakukan apa yang mampu kita kerjakan, perbaiki apa yang bisa diperbaiki, akui dengan jujur apa yang salah, apa yang kurang, seraya langitkan do’a sepenuh hati, agar terang langkah kemudian

Diperjalanan, tanpa sengaja biasanya hikmah itu didapatkan, tapi bukan dipaksakan. Diperjalanan hikmah itu hadir, menghangatkan diri kita, tanpa memaksa

Dan kita pun memeluknya dengan bahagia…

Why “Takut Tambah Dewasa” ?

Takut tambah dewasa
Takut aku kecewa
Takut tak seindah yang kukira
Takut tambah dewasa
Takut aku kecewa
Takut tak sekuat yang kukira

Sebait lagu dari Idgitaf, berjudul “Takut”. Lagunya memang enak, banyak disuka anak anak zaman sekarang, apalagi anak GEN-Z. Lagu lagu teman saat saat sendu, romantisasi kegalauan, penyatu keresahan mungkin para -sebagian- generasi muda masa kini

Kalau hanya didengarkan sekilas saja sih lagu ini enak enak saja. Namun ada kekhawatiran dalam diri saya, tentang lagu ini disukai & diresapi berlebihan, juga saat jadi lagu “wajib” para pemuda yang memasuki usia dua puluh seperti yang ada di awal lagu. Lagu yang tidak hanya sekedar “curahan hati”, namun yang saya khawatirkan ini adalah jadi SUGESTI dan JUSTIFIKASI seorang yang memasuki usia pemuda dalam perjalanan hidupnya.

“Takut Tambah Dewasa” sekilas serasa romantis, namun bila terus dilantunkan, khawatir jusru jadi penanaman di alam bawah sadar mereka, bahwa menjadi DEWASA adalah sesuatu yang MENAKUTKAN, “Takut Kecewa-Takut TIdak Indah – Takut Tidak Kuat”….] begitu lanjutan lagunya

Seakan akan dalam dunia DEWASA semuanya akan menakutkan, mereka akan selalu kecewa, mereka akan tidak bisa melaluinya. Padahal masa dewasa ini adalah masa dimana mereka bisa mengambil tanggung jawab dalam hidupnya, masa dimana mereka bisa menggerakan potensi terbaiknya, bisa menjelang peran peran kebermanfaatannya untuk banyak orang. Menurut saya lagu ini, sedikit banyak menanamkan bahwa menjadi dewa begitu menakutkan

Aku sudah dewasa
Aku sudah kecewa
Memang tak seindah yang kukira
Aku sudah dewasa
Aku sudah kecewa
Memang tak sekuat yang kukira

Usia dua puluhan dimana semangat semestinya bisa dikobarkan. Tantangan, kendala, naik turun kehidupan akan ada disetiap usia. Pemuda yang diharapkan tidak mudah menyerah. Kecewa adalah hal biasa, bagian dari kehidupan , ada masanya bahagia- ada masanya kecewa. Jangan karena kecewa maka berhenti berkarya, jangan takut dewasa hingga tidak kemana mana, tidak berbuat apa apa

Kekhawatiran saya akan lagu ini, jadi “MANTRA” yang menyelusup ke alam bawah sadar pada pemuda yang sebenarnya diharapkan banyak orang akan membawa banyak perubahan kebaikan, yang sebenarnya mempunyai potensi keunggulan, malah dikerdilkan dengan terus menerus mengamini tentang “Takut Dewasa” ini, hingga jadi SUGESTI & JUSTIFIKASI mereka untuk malas bertumbuh, bersembunyi dari dunia, terus terusan menggalau, malasa bertanggungjawab dalam mengambil peran dalam kehidupan

Sebuah lagu bisa berpengaruh dalam alam sadar seorang manusia, apalagi bila terus di dengung dengungkan. Bukan berarti tidak boleh jujur akan kata hati, tapi tentang sadar sepenuh hati, apa yang akan mempengaruhi jiwa, hati dan fikrian kita atas apa yang kita baca dan kita dengar …

So, para pemuda JANGANLAH TAKUT DEWASA, karena menjadi DEWASA adalah sebuah kemuliaan, anugrah, kesempatan untuk menjadi MANUSIA yang PARIPURNA. Manusia yang mau terus bertumbuh, siap jatuh dan bangun, siap untuk menjelang dunia yang penuh warna

Menjadi DEWASA adalah saatnya untuk tahu apa, mengapa & bagaimana, mau kemana diri kita. Menjadi DEWASA adalah kesempatan untuk bisa menyebarkan KEBAIKAN seluas luasnya untuk diri sendiri, keluarga & banyak orang. Menjadi DEWASA adalah saat yang tepat untuk mei, menemukan makna, dan memunculkan versi terbaik diri kita.

So, Ganti kalimat “Takut Jadi Dewasa” menjadi “Aku Mau Jadi Dewasa …!”

Setelah Ramadhan

Rasanya inilah sebenar benarnya pertempuran, waktu setelah Ramadhan

Apakah kita akan tetap dalam kekuatan ketaqwaan

Atau kesungguhan dalam Ramadhan kita tinggalkan

“Ah sebentar saja bermalas malasan tidak apa ….”

“Ah istirahat sebentar sehabis Ramadhan…”

Yang nyatanya kadang tidak sebentar, malah keasyikan dalam kelalaian

Astaqfirullahal’adziim, Fagfirlii Yaa Rabb

Seharusnya setelah Ramadhan kita membawa energi pembaharuan

Lebih baik dalam segala sisi kehidupan

Bukan malah lalai, melayang layang, menunda, mengurangi waktu waktu ibadah

Astaqfirullahal’adziim, Fagfirlii Yaa Rabb

Yaa Rabb…

Izinkan hamba kembali dalam kekokohan kebaikan Ramadhan

Dimana hati dan fikiran ini selalu ingin tertaut kepada-Mu

Ketika jiwa ini begitu khusyu ingin meraih Ridha-Mu

Yaa Rabb Izinkan hamba ….

Temen Ga Asik!

“Cerita ama kamu mah ga asik …!”

“Kenapa ?”

“Kamu ga dukung aku …”

” Ga seru ama kamu mah, kan aku cerita doang, ini malah ngasih nasihat, aku ga butuh…”

Ada masanya dalam persahabatan itu, bukan hanya tentang kebersamaan, saling mendukung, saling mensuport, thats it!

In another level, persahabatan sebaiknya adalah lingkaran yang bisa saling mengingatkan dan menasihati dalam kebaikan, bukan hanya tentang “apa pun yang kamu mau aku dukung ko!”

Bila sahabat kita salah, maka kewajiban kita adalah untuk mengingatkan, begitu pun sebaliknya, Apabila ada salah dalam diri kita, maka berluas jiwalah untuk mendapatkan nasihat.

Tidak mengapa, bila akibatnya kita disebut temen ga asik!, karena memberikan masukan, menyampaikan nasihat kebenaran, dikala mungkin sang sahabat hanya menginginkan persetujuan dan dukungan dari kita dari apa yang kita lakukan.

Bila ia salah maka sampaikanlah sebagaimana adanya, tentunya dengan niat yang bersih, cara yang baik, dan kalimat yang tepat. Tak apa menjadi “teman ga asik” itu, karena dalam ketidakasikan itu, tertanam rasa sayang sejati terhadap sahabat kita.

Jangan sampai justru dukungan kita, atau diamnya kita, justru membuat ia terjerumus lebih dalam dalam kesalahan, karna ia merasa baik baik saja, tidak apa apa.

Lebih dalam dari itu, persahabatan pun kelak akan dimintakan pertanggung jawaban di akhirat. Jangan sampai didunia jadi sahabat yang saling mendukung dan membersamai, namun kelak di akirat jadi sahabat yang saling menuntut dan menghujat.

” Tuhan, memang benar saya berbuat kesalahan. Tapi sahabat saya tidak pernah mengingatkan saya bahwa saya salah, padahal ia tau saya salah Tuhan, tapi dia diam saja, hukum juga dia Tuhan …

Semoga kita dijauhkan dari hal semacam ini, hanya karena kita tidak berusaha saling mengingatkan

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)

Maka, tak apa bila di dunia kita menjadi seperti temen ga asik!, karena menasihati, mengingatkan, yan berdasar kasih sayang karena Allah ta’ala

Dan sebaliknya, luaskan jiwa kita pula, saat menerima nasihat, kala mendapat masukan. Bisa jadi itu adalah cara Allah menyelamatkan kita dari kesalahan dan kemungkaran, melalui sahabat tercinta

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ – Dan Allah lebih tahu yang yang sebenarnya

Merangkai Niat Kala Menasihat

Ada kala kita ingin menasihati seseorang dalam lingkaran kita, teman, sahabat atau keluarga terdekat. Memberi nasihat adalah hal mulia, karena ada kebaikan yang ingin kita sampaikan, atau ada ketidakbenaran yang kita rasa dan perlu diluruskan

Dan kurasa yang terberat dalam menasihati adalah ; membersihkan niat

Mencari tahu dengan seksama apakah niat diri dalam menasihat adalah karena rasa peduli, bentuk kasih sayang, kewajiban sesama saudara seiman, ataukah ada bentuk lain yang tersamar ; entah benci, dengki, hasad, atau kesombongan yang sebenarnya terpendam

Karena saat jiwa tidak bersih, niat tidak lurus, terkotori dengan dengki diri dll, maka nasihat bukan lagi sebuah kewajiban atau ungkapan sayang, namun ambisi untuk mengalahkan, menjatuhkan bahkan mempermalukan

Apalagi kalau kita “memberikan” nasihat di depan khalayak. Sesaat mugkin ada rasa kemenangan saat kita “menjatuhkan” ia dalam balutan memberi nasihat. Namun pada akhirnya kualitas diri kitalah yang akhirnya akan nampak.

Maka ini semacam nasihat kepada diriku sendiri :

“Sebelum memberikan nasihat, menengoklah terlebih dahulu kepada niat ; jangan jangan ada yang tersembunyi disana, bukan karena Allah Ta’ala, namun karena nafsu diri yang mengembara”

Ruang Sunyi

Kita semua butuh ruang sunyi, ruang yang hanya ada diri kita

Berbicara hati ke hati, dengan penuh ketulusan

Berbincang dengan diri, menyimpan sementara segala tuntutan

Ruang sunyi yang hanya ada kejujuran

Antara aku dan aku

—-

Rasanya setiap manusia butuh “Ruang Sunyi” nya sendiri. Berlepas dari segala yang ada di sekelilingnya, dari kesehariannya, dari rutinitasnya, yang tiada henti. Apalagi di zaman tekhnoogi yang seperti ini, rasa rasanya kita tidak pernah berhenti dari berkomunikasi dengan orang lain, bertukar pesan, saling menimpal, saling berkomentar. Dari pagi, hingga menjelang malam, kita selalu “berbicara” dengan seseorang di luar kita.

Apakah hanya saya saja yang merasa, bahwa manusia butuh Ruang Sunyi untuk sejenak lepas dari berbagai hal ari luar, baik itu berita dan informasi yang tidak berhenti dikonsumsi, yang sampai kadang tak memberi batas mana yang perlu dan tidak perlu, mana yang bermanfaat mana yang tidak, mana yang menjadi sumber kebaikan, hingga mana yang hanya memubazirkan waktu dan fikiran.

Bagi saya, Ruang Sunyi adalah sebuah kebutuhan, yang hanya ada aku dan diriku, yang duduk berdampingan, kemudian saling bertanya tentang apa yang dirasakan, apa yang sedang difikirkan, apa yang benar benar diinginkan. Bercerita dengan kejujuran, dan hanya kejujuran

Banyak hal yang biasa saya lakukan untuk menciptakan Ruang Sunyi ini. Terkadang dengan berjalan kaki setelah subuh, sambil menghirup udara pagi dan menanti sapaan matahari. Atau kadang, menyetir sendiri di malam hari, mengelilingi kota yang sudah sunyi, atau sesederhana mematikan notifikasi, apapun itu.

Sebenarnya Allah sudah menyediakan kita Ruang Sunyi ini menurutku, yaitu sehabis shalat, saat kita selesai berzikir atau berdoa, rasanya walau sebentar ada waktu yang bisa kita manfaatkan untuk menikmati Ruang Sunyi ini. Apalagi apabila kita bangun di sepertiga malam, ada Ruang Sunyi yang begitu indah dan istimewa

Ruang Sunyi ini begitu spesial, karena kita, dimana tidak hanya berbincang dengan diri sendiri, kita pun bisa “berbincang” dengan Sang Pencipta dengan syahdu, privately. Dimana kita bisa mendengar suara hati kita, dengan lebih jelas, lebih terang, lebih jujur. Karena siang hari tak hanya raga, namun jiwa kita pun disibukkan dengan berbagai urusan, ambisi dan kepentingan. Hingga apa yang kita rasakan, inginkan dan butuhkan sebenarnya seringkali terbiaskan.

اِنَّ لَـكَ فِى النَّهَارِ سَبۡحًا طَوِيۡلًا

” Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang ” QS Al-Muzammil Ayat 7″

Allah ingin kita memasuki Ruang Sunyi yang lepas dari urusan urusan duniawi, urusan2 yang seringkali melelahkan pikiran dan perasaan, Allah ingin kita masuk ke Ruang Sunyi untuk mendapatkan ketentraman & kedamaian. Allah ingin kembali memurnikan kita di ruang sunyi itu.

Ruang Sunyi yang tidak hanya kita bisa berbincang dengan diri sendiri, namun kita bisa berlama lama berbincang dengan-Nya.

Ruang Sunyi dimana kita bisa mengutarakan apa yang kita rasa, baik mengutarakan syukur tentang bahagia ataupun gundah gulana. Meluapkan segala perasaan dengan penuh kejujuran, yang seringkali kita sembunyikan dikeramaian. Mengucapkan setulus tulus keinginan dan harapan. Hanya di Ruang Sunyi itulah kita bisa apa adanya, mengakui kesalahan, kelelahan, bahkan menerima kekalahan

Ajaibnya, Ruang Sunyi itu adalah sekaligus tempat dimana kita mendapatkan ketenangan, kekuatan juga harapan. Dimana seringkali kitapun mendapatkan jawaban dari segala pertanyaan pertanyaan atau kebingungan yang tidak berhenti melingkar. Bahkan kesadaran, kebajikan, dan perubahan diri, seringkali di dapatkan dari ruang ini.

Maka, saya pribadi sangat membutuhkan ruang ini, untuk mencari ketentraman dan ketenangan diri yang sesungguhnya. Ketentraman dan ketenangan yang sumbernya dari Dzat yang Maha Cahaya, Maha Pelindung, Maha Sayang kepaa kita Hamba-Nya….

Maafkan Hamba [ Sebuah – Monolog ]

Ketika aku yakin bahwa Allah adalah Penciptaku, Penguasaku, sekaligus Maha Penuh Kasih dan Penuh Sayang..

Lalu kenapa aku masih takut akan masa depan dan takdirku ?

.

Apakah aku masih meniscayakan Pengaturan Nya untuk-ku

Apakah aku masih tidak memercayakan hidupku atas Pengaturan-Nya yang Maha Bijak

Apakah aku masih meragukan perlindungan-Nya, selama aku mematuhi dan menuruti apa yg menjadi perintahnya

Apakah aku masih meragukan ke Maha – Adilannya

Apakah masih tersirat halus dalam sudut jiwaku, bahwa aku meragukan pengabulan-Nya ketika aku meminta

.

Padahal aku selalu berkata Dia Maha Pengasih, Penyayang Dan Pengabul Doa

Apakah aku benar2 dengan segenap jiwa dan ragaku, telah memercayakan hidup dan matimu kepada -Nya

Atau Barangkali keyakinanku hanya sebatas lisan, tanpa ku yakinkan dengan segenap hati dan jiwaku

.

Ampuni Ya Raab, bila iman masih sebatas lisan

Ampuni Ya Rabb, bila ikhlas ini masih tidak utuh

.

Izinkan izinkan hamba untuk memperbaiki iman ini

Izinkan agar iman ini terus mengada, menetap, melekat

Hingga pertemuan dengan-Mu Kelak

.

~ Sebuah Monolog Di Hari Saat Sunyi

Tentang Meninggalkan Dan Ditinggalkan

Pekan kemarin meninggalkan banyak pesan pada jiwa saja. Beberapa berita duka dari yang ditinggalkan oleh orang orang tercinta, rupanya membuat saya merenungkan tentang ini ; Tentang meninggalkan dan ditinggalkan

Menerima atau tidak, entah dalam apa bentuknya, kapan waktunya pada akhirnya salah satu yang harus di hadapi oleh manusia adalah sebuah perpisahan. Tentang meninggalkan atau ditinggalkan

Perpisahan yang dalam bentuknya tidak hanya sebatas perpisahan tentang kehidupan dan kematian. Namun kadang berupa “perpisahan-perpisahan” kecil di dunia. Perpisahan seorang anak dengan orangtuanya setelah pernikahan, perpisahan dengan sahabat, perpisahan rekan berkarya, atau perpisahan dua orang yang saling mencinta, dan lain sebagainya.

Tentang meninggalkan atau ditinggalkan. Sebuah kenyataan dan fitrah kehidupan yang akan dialami oleh setiap orang, tanpa kita akan tahu siapa yang akan meninggalkan atau siapa yang akan ditinggalkan

Lalu haruskah kita resah gelisah akan hal ini ? Takut meninggalkan atau ditinggalkan ?

Lalu bisakah kita meminta agar kita tidak pernah dipisahkan dengan sesuatu atau sesorang yang kita cintai ?

Lalu bolehkah kita meminta agar selalu bersama, selama lama lama lama ….. nya ? (Seperti dialog patrick dengan spongbob …hhe)

Kekhawatiran atas perpisahan, perasaan kehilangan, kesedihan atas selesainya kebersamaan, adalah sebuah hal yang tidak apa apa, kita adalah manusia, yang dianugrahi perasaan dari Sang Pencipta.

Namun jangan sampai segala rasa itu menjadikan kita tidak menerima apa yang apa apa yang telah menjadi ketetapan-Nya.

Jangan sampai kita mengharapkan apa yang fana menjadi abadi, karena tidak akan pernah terjadi.

Jangan sampai kita menjadi terlupa bahwa apa apa yang ada di dunia ini rapuh, fana, sementara dan tiada yang abadi.

Karena, benar adanya bila kita hanya menyandarkan hidup kita kepada seseorang atau sesuatu, siapa pun dan apapun itu ; pasangan, orangtua, anak, diri sendiri, kemampuan, keinginan, harapan, apa pun itu yang ada di dunia ini , maka semua itu rapuh. Suatu saat kita akan meninggalkan atau ditinggalkan

Kadang saat terlalu mencintai seseorang ; baik pasangan , anak, atau orangtua barangkal, ada terbersit rasa bahwa akan tidak berdaya tanpa mereka, tidak bisa hidup tanpa mereka, dan perasaan semacamnya

Karena saat “menggenggam” sesuatu atau seseorang terlalu kuat, mendekap terlalu erat, mencintai terlalu pekat, membuat terlupa, bahwa sesungguhnya itu semua bukan mutlak milik kita, bahkan diri ini pun bukan milik kita. Ada saatnya kita meninggalkan atau ditinggalkan

Kita lupa bahwa semua yang ada, semua yang terasa adalah fana, bisa hilang atau terhenti, atau memang sudah saatnya berganti. Seringkali terbersit hati, ingin menikmati apa yang dimiliki ini selamanya. Padahal yang selamanya ini bukan disini, bukan di kehidupan ini. Di kehidupan ini akan ada yang ditinggalkan atau meninggalkan

Nanti. Ada saatnya kita menikmati yang selamanya, kelak disana. Kita berharap dan sangat berharap karena Ridha Allah Swt, kita menikmati saat selamanya dengan sesiapa yang kita sayangi di dunia ini, dan tempatnya adalah di Jannah-Nya.

Aamiin Yaa Rabbal Alamiin …

Maka, semoga iman dan taqwa selalu tertanam dalam jiwa kita dan orang orang yang kita sayangi, agar kelak kita bersama mereka di tempat yang indah disana, tempat kebersamaan yang tidak berkesudahaan, tempat segala kebahagiaan diberikan, tempat yang akan bisa kita sematkan kata “selamanya”, tempat yang tidak ada lagi kisah meninggalkan dan ditinggalkan

Semoga kapanpun kita dipisahkan, kelak kita akan kembali dikumpulkan dalam tempat nan abadi, Jannah-Nya.

Aamiin yaa rabbalalamiin

Fn : Sebuah nasihat terutama untuk diri saya sendiri, semoga bermanfaat pula untuk kamu yang sedang membaca ini 🙂